15 Juni, Hari Angin Sedunia: Saat Dunia Belajar dari Nafas Alam

“Kita tak bisa melihat angin, tapi kita bisa merasakan dampaknya. Dalam diamnya, angin mengubah arah dunia.”

headlinejatim.com —Tak banyak dari kita yang memberi waktu untuk memikirkan angin. Ia hadir begitu saja—menyapu wajah di sore hari, menggoyangkan pohon-pohon, atau mengusir panas dari ruang terbuka. Tapi hari ini, 15 Juni, dunia mengingat kembali betapa besar peran sang tak terlihat itu dalam hidup manusia. Inilah Hari Angin Sedunia. Momen reflektif global untuk mengenal dan menghargai energi angin sebagai sumber daya terbarukan yang bersih, aman, dan berkelanjutan.

Read More

 

Awal Mula Sebuah Peringatan

Hari Angin Sedunia pertama kali dideklarasikan pada tahun 2007 oleh dua organisasi utama: European Wind Energy Association (EWEA) dan Global Wind Energy Council (GWEC). Tujuannya sederhana: membangkitkan kesadaran masyarakat tentang potensi luar biasa energi angin sebagai alternatif energi fosil yang selama ini mendominasi dunia.

Sejak itu, peringatan ini tumbuh menjadi gerakan global. Kini, lebih dari 100 negara ikut memperingati, menyelenggarakan festival energi, membuka akses ke ladang turbin angin, hingga menyelenggarakan seminar dan edukasi publik tentang pentingnya transisi energi.

 

Mengapa Energi Angin Begitu Penting?

Di tengah krisis iklim dan ancaman kehabisan sumber daya fosil, energi angin menjadi jawaban yang kuat dan nyata. Ia bersih, karena tidak menghasilkan emisi karbon. Ia melimpah, karena angin tidak pernah habis ditiupkan alam. Dan ia aman, karena tidak menimbulkan risiko besar bagi lingkungan.

Energi angin kini menjadi salah satu tulang punggung energi terbarukan dunia. Turbin-turbin angin yang dulunya dianggap mahal dan tidak efisien, kini mampu menghasilkan listrik dalam skala besar dengan biaya yang semakin murah. Bahkan, di beberapa negara seperti Denmark, Spanyol, dan Jerman, lebih dari 40% kebutuhan listrik nasional dipenuhi oleh angin.

 

Dunia yang Berputar oleh Angin

Data Global Wind Energy Council (GWEC) pada tahun 2024 mencatat bahwa total kapasitas pembangkit listrik tenaga angin global telah mencapai 1.018 GW. Angka ini setara dengan:

  • Energi untuk ratusan juta rumah tangga,
  • Penghematan miliaran ton emisi karbon setiap tahun,
  • Lapangan kerja bagi lebih dari 1,4 juta orang di sektor energi hijau.

Beberapa negara dengan kontribusi terbesar adalah:

  • Tiongkok: 430 GW (terbesar di dunia),
  • Amerika Serikat: 145 GW,
  • Jerman: 67 GW,
  • India: 44 GW,
  • Brasil dan Spanyol juga tumbuh cepat, terutama untuk wilayah pedesaan.

Teknologi angin kini menjadi simbol kekuatan ekonomi hijau masa depan. Menggerakkan industri tanpa membebani bumi.

 

Indonesia dan Potensi yang Masih Tertidur

 

Di tengah semangat global itu, Indonesia masih tertinggal jauh. Padahal, negeri ini dianugerahi potensi teknis energi angin hingga 60,6 GW, dengan lokasi terbaik tersebar di:

  • Sulawesi Selatan (Sidrap, Jeneponto),
  • Nusa Tenggara Timur (NTT) (Kupang, Sumba, Timor Tengah Selatan),
  • Lombok Timur, dan sebagian wilayah Kalimantan.

Namun, kenyataannya, kapasitas terpasang PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu) nasional hingga tahun 2024 baru mencapai 154 MW, jauh di bawah potensi.

Dua proyek terbesar yang sudah berjalan adalah:

  • PLTB Sidrap (75 MW) di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan,
  • PLTB Tolo (72 MW) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.

Keduanya menjadi bukti bahwa teknologi ini bukan hal mustahil, asalkan ada keberanian untuk berinvestasi, keberpihakan kebijakan, dan komitmen transisi energi dari semua pihak.

 

Bukan Sekadar Peringatan, Tapi Panggilan untuk Berubah

Hari Angin Sedunia seharusnya tidak hanya menjadi perayaan teknologi. Ia adalah panggilan moral untuk bergerak bersama menyelamatkan bumi. Kita tidak bisa terus-menerus menggantungkan hidup pada energi fosil yang kotor dan terbatas. Kita butuh alternatif yang bersih, lestari, dan bisa diwariskan pada generasi mendatang.

 

Angin mengajarkan kita tentang keberlanjutan. Angin hadir tanpa meminta imbalan, menggerakkan dunia tanpa merusaknya. Ia menjadi pengingat bahwa kemajuan tak harus merusak, dan teknologi bisa berjalan selaras dengan alam.

 

Saatnya Indonesia Mendengar Nafas Angin

Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadikan angin sebagai bagian penting dari transisi energi nasional. Potensinya bukan hanya teknis, tapi juga sosial dan ekonomi. Dengan PLTB, daerah-daerah terpencil bisa mendapatkan listrik tanpa harus menunggu jaringan PLN. Komunitas lokal bisa diberdayakan untuk mengelola energi secara mandiri. Dan negara bisa membangun sistem energi yang berdaulat dan berkeadilan.

Namun itu semua hanya bisa terjadi jika angin tidak lagi dipandang sebagai gangguan cuaca, melainkan sebagai sahabat masa depan.

 

Merayakan yang Tak Terlihat, Menyentuh yang Bermakna

Angin tak bisa dilihat, tapi ia menggerakkan turbin. Ia tak bisa digenggam, tapi ia membawa kapal melaju. Ia tak bersuara, tapi dampaknya terasa di seluruh bumi.

Hari Angin Sedunia adalah ajakan bagi kita semua untuk belajar dari yang tak terlihat, dan menghargai yang kerap diabaikan. Ini bukan sekadar hari di kalender internasional, tapi momen bagi manusia untuk kembali selaras dengan alam, dengan teknologi yang ramah, dengan pilihan yang sadar.

Karena di setiap tiupan angin, tersimpan pesan, “masa depan hanya bisa berputar, jika kita mau berubah”.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *