Karl Landsteiner dan Jejak Kemanusiaan yang Mengalir di Setiap Tetes Darah

headlinejatim.com — Tanggal 14 Juni setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Donor Darah Sedunia. Di balik peringatan ini, terdapat sosok ilmuwan yang mungkin tak sepopuler tokoh revolusi atau selebriti dunia, tetapi warisannya telah menyelamatkan jutaan nyawa. Karl Landsteiner, pria kelahiran Austria pada 14 Juni 1868.

Sang Penemu Golongan Darah yang Mengubah Dunia

Karl Landsteiner adalah seorang ahli patologi yang pada tahun 1901 mengguncang dunia medis dengan penemuannya mengenai sistem golongan darah ABO. Di masa itu, transfusi darah kerap berakhir tragis karena belum dipahami bahwa darah manusia memiliki jenis yang berbeda. Landsteiner mengidentifikasi bahwa tidak semua darah cocok untuk dicampurkan, dan penemuannya ini langsung menjadi dasar ilmu transfusi modern.

Read More

Tak berhenti di sana, bersama rekan-rekannya, ia juga turut menemukan virus penyebab polio, membuka jalan menuju pengembangan vaksin yang kelak menyelamatkan jutaan anak di seluruh dunia.

Berkat kontribusinya yang luar biasa dalam dunia kedokteran, Landsteiner dianugerahi Hadiah Nobel dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1930.

Warisan Kemanusiaan: Hari Donor Darah Sedunia

Sebagai bentuk penghargaan atas jasa Landsteiner, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 14 Juni, hari kelahirannya, sebagai World Blood Donor Day. Peringatan ini tidak hanya ditujukan untuk mengenang ilmuwan besar tersebut, tetapi juga untuk menghormati para pendonor darah sukarela dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menyumbangkan darah untuk menyelamatkan sesama.

Di berbagai negara, Hari Donor Darah Sedunia diperingati dengan kampanye masif, donor massal, hingga apresiasi simbolik bagi para pendonor rutin. Ini bukan sekadar aksi sosial, tetapi gerakan kemanusiaan global yang terus mengalir seiring denyut kehidupan manusia.

Indonesia dan Tantangan Kemandirian Darah

Di Indonesia, kebutuhan akan darah masih menjadi tantangan serius. Berdasarkan data Palang Merah Indonesia (PMI), kebutuhan darah nasional mencapai 5,1 juta kantong per tahun, sementara yang tersedia hanya sekitar 4,2 juta kantong. Artinya masih ada defisit sekitar 900 ribu kantong darah setiap tahun.

Sebagian besar stok darah di Indonesia masih bergantung pada donor pengganti, bukan dari donor sukarela reguler. Padahal, donor sukarela yang rutin lebih aman, lebih stabil, dan lebih mudah ditelusuri dari sisi kesehatan.

Berbagai daerah di Indonesia sudah mulai membentuk komunitas donor darah sukarela, termasuk melalui kampus, organisasi keagamaan, hingga instansi pemerintahan. Namun tantangan edukasi, mitos tentang donor darah, dan keterbatasan akses masih menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai.

Tetesan Darah, Tetesan Harapan

Apa yang dilakukan Karl Landsteiner lebih dari sekadar temuan ilmiah. Ia memberi dunia kemungkinan untuk hidup lebih lama, bahkan untuk mereka yang sempat berada di ambang maut. Melalui setiap kantong darah yang disumbangkan hari ini, warisan ilmunya tetap hidup. Mengalir di tubuh para pasien yang pulih dan kembali ke keluarganya.

Peringatan 14 Juni seharusnya bukan hanya seremoni, tetapi panggilan nurani. Karena di antara jutaan orang yang menunggu bantuan, bisa jadi satu tetes darah kita adalah harapan terakhir mereka.

Jika Anda pernah ditolong oleh donor darah, atau mengenal seseorang yang terselamatkan karenanya, maka secara tidak langsung, Anda pun bagian dari warisan Karl Landsteiner. Mari lanjutkan jejak kemanusiaan itu, selagi masih ada waktu dan masih mengalir kehidupan dalam tubuh kita.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *