Surabaya, headlinejatim.com– PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS), anak usaha dari Subholding Pelindo Terminal Petikemas (SPTP), menyalurkan bantuan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) senilai Rp5 juta kepada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Budi Utama di Surabaya. Bantuan ini diklaim untuk mendukung perbaikan fasilitas belajar bagi peserta didik nonformal yang selama ini sulit mengakses pendidikan formal. Penyerahan dilakukan di Pelindo Place Office Tower, Surabaya, Kamis (15/5).
Meski niatnya mulia, nilai bantuan yang disalurkan menuai sorotan. Di tengah tantangan besar yang dihadapi lembaga pendidikan nonformal seperti PKBM, angka Rp5 juta untuk renovasi ruang kelas dan penyediaan alat belajar dinilai terlalu kecil untuk berdampak signifikan. Apalagi, TPS merupakan perusahaan besar dalam sektor logistik pelabuhan yang memiliki kontribusi pendapatan signifikan di wilayah Jawa Timur.
Sekretaris Perusahaan TPS, Erika Asih Palupi menyatakan bahwa pendidikan adalah salah satu fokus utama program TJSL mereka. “Sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan, TPS terus berkomitmen mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat, termasuk sektor pendidikan. Kami berharap bantuan ini memberikan manfaat nyata,” ujarnya. Erika juga menekankan bahwa fasilitas belajar yang baik akan meningkatkan semangat belajar dan kualitas pendidikan peserta didik.
PKBM Budi Utama, yang menjadi penerima bantuan, selama ini melayani warga dari kelompok marginal yang tidak mampu mengakses pendidikan formal karena faktor ekonomi dan sosial. Ketua PKBM, Imam Rochani, menyampaikan terima kasih kepada TPS dan berharap kolaborasi seperti ini bisa berlanjut. Namun harapan tersebut tentu perlu diiringi dengan kontribusi yang lebih besar dan berdampak langsung terhadap peningkatan mutu pembelajaran.
TPS mencatatkan diri sebagai terminal petikemas ekspor-impor yang cukup mapan, bahkan menjadi pelopor penerapan standar keamanan ISPS Code di Indonesia sejak 2004. Namun dalam konteks tanggung jawab sosial, perlu dikaji apakah skala dan nilai bantuan mereka sudah sebanding dengan kapasitas perusahaan. Apalagi, belum ada data resmi yang dirilis ke publik terkait total nilai penyaluran CSR TPS tahun 2025 maupun perkembangan bantuan dari tahun ke tahun.
Tanpa transparansi angka dan evaluasi publik yang jelas, program TJSL berpotensi hanya menjadi formalitas korporasi yang lebih sibuk mengatur pencitraan dibanding menyelesaikan persoalan-persoalan riil di tengah masyarakat.