headlinejatim.com — Langkah tegas diambil Pemerintah Kota Surabaya melalui Satpol PP bersama Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga dengan membongkar bangunan liar di bantaran Sungai Kalianak, Kamis (15/5/2025). Ini bukan sekadar urusan ketertiban, melainkan titik awal dari upaya panjang menyelamatkan lingkungan sungai yang selama ini tersandera oleh pemanfaatan ruang yang semrawut. Penertiban tahap awal mencakup 200 meter wilayah RW 01 Genting Kalianak, Kecamatan Asemrowo, yang akan diperluas menjadi total 600 meter secara bertahap.
Kebijakan ini lahir dari akumulasi ketidaktertiban yang dibiarkan bertahun-tahun, hingga akhirnya menghambat fungsi vital sungai sebagai saluran air utama kota. Surat Peringatan ketiga yang dilayangkan Pemkot telah cukup jadi alarm bahwa kompromi sudah habis. Ketua Tim Pencegahan Gangguan Trantibum Satpol PP Surabaya, Edi Wiyono, menyebut bahwa sebagian warga telah memenuhi komitmen untuk membongkar sendiri bangunan mereka, tetapi negara tetap harus hadir untuk memastikan ketegasan hukum ditegakkan bagi yang abai.
“Kami tidak serta-merta membongkar. Pendekatan persuasif sudah dilakukan berulang, dan sebagian besar warga kooperatif. Tapi untuk yang tidak patuh, penertiban harus tetap berjalan,” ujar Edi di lokasi penertiban.
Alat berat dikerahkan bukan untuk gagah-gagahan, melainkan sebagai simbol bahwa kepentingan publik tak boleh tunduk pada kepentingan pribadi.
Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Surabaya, Erna Purnawati, menegaskan bahwa normalisasi Sungai Kalianak menjadi prioritas dalam mitigasi banjir kawasan barat Surabaya. “Kami harus memulihkan kapasitas sungai, ini penting untuk mengurangi risiko banjir musiman. Kalau tidak ditertibkan, aliran air akan terus terganggu,” jelas Erna.
Namun, di tengah ketegasan, pendekatan humanis tetap menjadi prioritas. Edi memastikan bahwa timnya turun ke lapangan setiap hari, tak hanya menjelang hari pembongkaran, demi memastikan komunikasi dan pemahaman warga berjalan baik. Pendekatan ini bukan basa-basi, tetapi bagian penting dari upaya menghindari konflik dan menjaga marwah penertiban sebagai kerja pelayanan, bukan penindasan.
“Penertiban ini bukan hanya soal relokasi bangunan, tapi membangun kesadaran bahwa ruang publik harus dijaga bersama. Sungai bukan tempat tinggal,” tambah Edi.
Normalisasi Sungai Kalianak bukan proyek singkat. Ini kerja peradaban yang menuntut kesadaran kolektif. “Sungai bukan tempat tinggal, melainkan nadi kota yang harus dijaga bersama. Jika tidak dimulai sekarang, lalu kapan? Jika tak dimulai dari ketegasan, maka dengan cara apa lagi kota ini bisa keluar dari jebakan bencana ekologis yang terus mengintai” Pungkasanya