Mereka yang Menjadi Simbol May Day: Dari Chicago ke Sidoarjo

headlinejatim.com — Setiap 1 Mei, jalan-jalan di berbagai belahan dunia dipenuhi suara peluit, bendera, dan yel-yel tuntutan. Ini bukan sekadar unjuk rasa. Ini adalah pengingat. Bahwa sejarah perjuangan kaum buruh dibangun dari darah, keringat, dan keberanian untuk menolak diam. Tapi siapa sebenarnya wajah-wajah di balik Hari Buruh Internasional ini?

1. Haymarket: Sebuah Ledakan, Sebuah Legenda

Read More

Kisah May Day bermula di Amerika Serikat. Pada 1 Mei 1886, ratusan ribu buruh turun ke jalan menuntut hak paling mendasar: bekerja hanya 8 jam sehari. Aksi itu berakhir tragis dalam peristiwa Haymarket Riot di Chicago.

Sebuah bom meledak saat aksi berlangsung damai. Polisi membalas dengan tembakan. Beberapa tokoh buruh ditangkap dan dihukum mati, meski tak terbukti bersalah. Di antaranya:

  • August Spies, editor surat kabar buruh.
  • Albert Parsons, orator ulung yang memilih hadir di pengadilan meski sempat lolos.
  • George Engel dan Adolph Fischer, buruh imigran Jerman yang dihukum gantung.

Mereka kini dikenal sebagai “Martir Haymarket”, simbol perlawanan buruh dunia. Dari tragedi ini, lahirlah peringatan May Day setiap 1 Mei.

2. Marsinah: Suara Perempuan dari Sidoarjo

Di Indonesia, nama Marsinah berdiri tegak dalam sejarah perlawanan buruh. Ia bukan tokoh besar, bukan pemimpin organisasi raksasa. Ia hanyalah buruh pabrik arloji di Porong, Sidoarjo, tapi keberaniannya mengguncang negeri.

Tahun 1993, Marsinah ikut memperjuangkan kenaikan upah minimum. Ia tak gentar saat rekan-rekannya ditahan. Beberapa hari setelah rapat pembelaan buruh, ia diculik. Jasadnya ditemukan di hutan, penuh bekas penyiksaan.

Hingga hari ini, pelakunya tak pernah diadili. Namun bagi banyak orang, Marsinah adalah simbol keteguhan buruh perempuan yang melawan ketidakadilan dalam senyap.

3. Joe Hill: Lagu-Lagu Perlawanan

Jika perjuangan buruh bisa dinyanyikan, maka Joe Hill adalah komponisnya. Buruh migran asal Swedia ini dikenal sebagai aktivis serikat Industrial Workers of the World (IWW) di Amerika.

Ia menulis lagu-lagu yang meledek kaum elit dan membakar semangat buruh:

“You will eat, bye and bye, in that glorious land above the sky, Work and pray, live on hay, You’ll get pie in the sky when you die.”

Joe Hill dijatuhi hukuman mati dalam kasus pembunuhan yang penuh kontroversi. Kalimat terakhirnya sebelum dieksekusi menjadi kutipan abadi gerakan buruh:

“Don’t mourn—organize!”

4. Rosa Luxemburg: Otak Tajam, Hati Merdeka

Di Eropa, nama Rosa Luxemburg mewakili intelektualitas dan militansi. Filsuf Marxis dan pendiri Partai Komunis Jerman ini gigih membela hak-hak buruh, menolak perang, dan mengutuk kapitalisme yang memeras tenaga rakyat.

Ia dibunuh pada 1919 setelah Revolusi Spartakus gagal. Tapi gagasannya hidup. “Kebebasan adalah kebebasan bagi mereka yang berpikir berbeda,” katanya—sebuah prinsip yang menjelma jadi nyala obor gerakan buruh modern.

May Day Bukan Sekadar Tanggal Merah

Di balik tiap poster, tiap langkah kaki di jalanan saat May Day, ada cerita panjang tentang mereka yang menolak tunduk. Mereka bukan superhero, bukan tokoh buku sejarah resmi, tetapi manusia biasa yang memilih berdiri saat yang lain membungkuk.

Haymarket, Marsinah, Joe Hill, Rosa Luxemburg nama-nama itu tak pernah hilang dalam ingatan buruh. Mereka adalah pengingat: bahwa hak-hak hari ini lahir dari keberanian kemarin.

Dan peringatan May Day bukan tentang masa lalu. Ia adalah cermin masa kini: apakah buruh hari ini masih harus berjuang sendirian? Apakah suara mereka masih dianggap gangguan?

Selamat Hari Buruh Internasional.

Karena menghormati buruh berarti menghormati kehidupan itu sendiri.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *