23 Ribu Jiwa Melayang di Jalanan: Momentum Hari Angkutan Nasional untuk Berbenah

Surabaya, headlinejatim.com– Tahun 2024 mencatatkan lebih dari 23 ribu nyawa melayang di jalanan Indonesia, dari total 100 ribu kasus kecelakaan lalu lintas. Setiap harinya, puluhan keluarga kehilangan orang tercinta hanya karena kesalahan kecil di balik kemudi, sistem transportasi yang belum terintegrasi, hingga kondisi jalan yang belum merata.

Tak hanya korban jiwa, kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas ditaksir mencapai Rp100 triliun per tahun, setara dengan membangun 10 bandara baru. Di tengah semua itu, Hari Angkutan Nasional yang diperingati hari ini, 24 April, seharusnya bukan sekadar seremoni, tetapi refleksi bersama untuk membenahi sistem angkutan yang jadi urat nadi pergerakan bangsa.

Read More

Kenapa Tanggal 24 April?

Tanggal ini ditetapkan bukan tanpa makna. Ia berakar dari semangat Konferensi Asia-Afrika 1955 yang ditutup pada 24 April—momen bersejarah ketika negara-negara Asia dan Afrika bersatu menolak dominasi dan mendorong kemandirian, termasuk dalam pembangunan transportasi.

Di Indonesia, Hari Angkutan Nasional digunakan untuk menghormati seluruh pelaku sektor angkutan—dari sopir mikrolet, masinis, pilot, pelaut, hingga para perencana dan regulator transportasi.

Transportasi: Detak Nadi Perekonomian

Tak banyak yang sadar, transportasi menyumbang 5,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Sektor ini tumbuh pesat dengan lonjakan 13,2% pada akhir 2024, menjadikannya salah satu penggerak utama ekonomi pasca-pandemi.

Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, jumlah penumpang angkutan umum meningkat 18% secara tahunan. Artinya, semakin banyak orang kembali percaya pada layanan publik—tapi juga berarti tantangan baru soal kapasitas, kenyamanan, dan keselamatan.

Masalah Masih Menumpuk

Meski angka pertumbuhan membaik, kenyataan di lapangan jauh dari ideal:

  • Transportasi umum belum sepenuhnya terintegrasi, menyebabkan masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi.
  • Daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) masih minim layanan angkutan layak.
  • Moda laut dan udara mahal, moda darat penuh risiko.
  • Tanda-tanda Perubahan Sudah Muncul

Namun tak semua suram. Tahun 2025 jadi tonggak penting:

  • Pemerintah menargetkan 5.000 armada angkutan listrik beroperasi hingga akhir tahun.
  • Sistem tiket digital terintegrasi mulai berjalan di Jakarta, Surabaya, dan Medan.
  • Tol Laut dan program Trans Nusantara terus dikembangkan untuk memperkuat konektivitas antarpulau.

Di beberapa kota, kampanye Hari Angkutan Nasional 2025 dikemas lebih segar. Di Surabaya, misalnya, Dishub mengadakan “Transport Fest 2025” yang memamerkan bus listrik, workshop keselamatan berkendara, hingga pojok edukasi transportasi untuk anak-anak.

Momentum Refleksi: Angkutan Bukan Sekadar Kendaraan

Di tengah segala angka, strategi, dan program, yang paling penting adalah menyadari bahwa transportasi adalah hak dasar masyarakat. Ia bukan sekadar kendaraan bergerak, tapi jembatan antarwilayah, antar kelas sosial, bahkan antar mimpi.

Hari ini, mari berhenti sejenak. Bertanya: apakah sistem angkutan kita sudah adil, aman, dan layak? Atau masih membuat sebagian warga merasa terpinggirkan?

Hari Angkutan Nasional bukan soal mengenang, tapi soal menata ulang arah ke depan.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *