Seni Adalah Napas Kemanusiaan: 15 April, Hari Seni Sedunia dan Maknanya bagi Perdamaian Dunia

headlinejatim.com – Tanggal 15 April diperingati sebagai Hari Seni Sedunia, sebuah momen yang didedikasikan untuk merayakan peran seni dalam kehidupan manusia. Peringatan ini tidak lahir dari perayaan semata, melainkan dari kesadaran bersama bahwa seni adalah bahasa yang mampu menyatukan umat manusia, melampaui perbedaan bahasa, budaya, dan keyakinan. Dideklarasikan oleh International Association of Art (IAA), lembaga seni global yang berafiliasi dengan UNESCO, Hari Seni Sedunia pertama kali diresmikan pada tahun 2012 dalam Sidang Umum IAA di Guadalajara, Meksiko.

Tanggal ini dipilih karena bertepatan dengan hari lahir Leonardo da Vinci, sang maestro Renaisans yang karyanya merentang dari lukisan, arsitektur, sains, hingga filsafat. Ia tidak hanya dikenal sebagai seniman jenius, tapi juga sebagai simbol kreativitas universal yang melintasi batas ilmu dan imajinasi. Da Vinci merepresentasikan semangat seni yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga menggugah jiwa dan menciptakan dialog batin yang mendalam.

Read More

Dalam perjalanannya, Hari Seni Sedunia berkembang menjadi lebih dari sekadar penghormatan terhadap para seniman. Ia menjadi pernyataan bahwa seni adalah ruang bernapas bagi kemanusiaan. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Davide Sassoli, seorang tokoh Eropa yang mendukung gerakan ini, “Seni adalah bahasa hati yang paling jujur. Kita tak bisa berbohong melalui lukisan, melalui patung, melalui musik. Dan itu sebabnya seni harus dirayakan, karena ia menyatukan kita sebagai manusia, bahkan saat kata-kata gagal.”

Di berbagai penjuru dunia, perayaan 15 April diisi dengan beragam kegiatan, dari museum yang membuka akses gratis di Prancis, mural jalanan dan teater rakyat di India dan Meksiko, hingga pameran kolaboratif lintas disiplin di komunitas-komunitas seni Indonesia. Semua berangkat dari semangat yang sama, bahwa seni adalah jembatan menuju pemahaman, pengakuan, dan perdamaian.

Seni, dalam sejarahnya, telah lama menjadi simbol perdamaian dunia. Gambar merpati putih karya Pablo Picasso, yang kemudian diadopsi sebagai lambang Kongres Perdamaian Dunia pada 1949, menjadi ikon harapan dan keheningan setelah badai. Patung “Non-Violence” karya Carl Fredrik Reuterswärd di depan markas besar PBB, dengan laras pistol yang terikat simpul, adalah pengingat abadi bahwa ekspresi visual mampu menyuarakan penolakan terhadap kekerasan jauh lebih keras daripada teriakan.

Tak hanya dalam simbol-simbol modern, seni tradisional pun memainkan peran penting sebagai medium harmoni. Gamelan yang berpadu dalam irama, batik yang menceritakan filosofi alam, hingga kaligrafi yang memuja keindahan kata. Semuanya menyimpan pesan perdamaian dalam bentuk yang tenang namun mendalam. Dalam setiap goresan, gerak, dan nada, seni menyampaikan satu hal: dunia bisa damai jika kita belajar mendengarkan lewat rasa.

Hari Seni Sedunia bukan sekadar hari peringatan, melainkan ajakan. Ajakan untuk membuka hati, untuk kembali menyentuh nilai-nilai yang mengikat kita sebagai manusia. Di tengah dunia yang kerap gaduh oleh konflik dan perbedaan, seni hadir sebagai ruang jeda, tempat kita bisa berhenti sejenak, menatap, merenung, dan mengingat. Bahwa kita semua pernah “dan selalu “ bisa bersatu lewat keindahan yang diciptakan dari jiwa.

Seperti kata Leonardo da Vinci,

“Di mana jiwa tidak bekerja dengan tangan, tidak ada seni.”

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *