“Laut tak hanya menyimpan kehidupan, ia juga menyimpan kenangan.”
headlinejatim.com –Tanggal 14 April bukan tanggal biasa. Ia menjadi pengingat akan keajaiban dan kedukaan, disatukan oleh satu elemen: laut.
Di satu sisi, dunia merayakan Hari Asyik Internasional, dikenal juga sebagai National Dolphin Day. Peringatan ini hadir untuk menghormati salah satu makhluk paling ceria dan cerdas dari lautan, lumba-lumba.
Sejak tahun 1980-an, aktivis lingkungan dari Amerika Serikat memulai gerakan ini sebagai bagian dari kampanye global melawan perburuan lumba-lumba, khususnya di industri perikanan tuna. Tokoh seperti Ric O’Barry, mantan pelatih lumba-lumba di serial Flipper, menjadi salah satu wajah utama gerakan ini setelah menyadari penderitaan yang dialami lumba-lumba di penangkaran. Film dokumenter The Cove (2009) memperkuat seruan global itu.
Peringatan ini bukan sekadar untuk merayakan kelucuan hewan laut. Tapi untuk mengingatkan bahwa lumba-lumba adalah makhluk hidup yang kompleks, memiliki keluarga, emosi, dan suara unik yang saling mereka pahami. Mereka adalah simbol laut yang masih hidup. Namun mereka juga korban: dari jaring ikan, limbah plastik, hingga eksploitasi dalam industri hiburan.
Sementara itu, tepat di tanggal yang sama 112 tahun lalu, laut juga menyimpan kisah paling memilukan dalam sejarah maritim: tenggelamnya kapal RMS Titanic.
Pada malam 14 April 1912, kapal termegah yang pernah dibangun saat itu menabrak gunung es di Samudra Atlantik Utara dalam pelayaran perdananya. Titanic dianggap tidak bisa tenggelam. Tapi laut membuktikan sebaliknya. Dini hari 15 April, kapal itu karam, menewaskan lebih dari 1.500 jiwa dari 2.224 penumpangnya.
Di balik tragedi itu, ada kisah manusia yang menyentuh:
- Musisi yang tetap memainkan lagu hingga akhir.
- Orang tua yang memeluk anaknya sambil menanti nasib.
- Imigran yang mengejar harapan baru, tapi justru menemui ajal di lautan.
Titanic bukan hanya tentang kecanggihan yang gagal. Tapi tentang kesombongan manusia di hadapan alam, tentang bagaimana kita sering lupa bahwa laut tak bisa dikendalikan, hanya bisa dihormati.
Kini, dua cerita ini bertemu di satu tanggal. Dan kita, generasi yang hidup di tengah krisis iklim dan kerusakan laut, punya kewajiban untuk belajar dari keduanya.
Lumba-lumba mengingatkan kita bahwa laut bisa menjadi tempat penuh kehidupan. Titanic mengingatkan bahwa laut juga bisa menelan segalanya, bahkan harapan yang paling megah.
Apa yang bisa kita lakukan?
- Kurangi penggunaan plastik, terutama yang sekali pakai.
- Dukung program pelestarian laut dan perlindungan mamalia laut.
- Ajak generasi muda mencintai laut dengan cara yang benar, bukan lewat eksploitasi, tapi lewat edukasi.
Pelajari sejarah seperti Titanic, bukan sekadar untuk mengenang, tapi agar kita lebih bijak menatap masa depan.
“Laut tak pernah benar-benar diam. Ia menyimpan tawa lumba-lumba dan air mata manusia. 14 April bukan sekadar peringatan, tapi ajakan untuk berubah.”