headlinejatim.com – Sementara kita sibuk pilah-pilih filter buat foto seafood, Di ujung samudra sana ada orang yang berjibaku dengan ombak demi sepotong ikan buat kita makan.
a. Orang itu bernama: Nelayan.
Dan setiap 6 April, Indonesia memperingatinya lewat Hari Nelayan Nasional.
Kenapa 6 April? Sejarahnya Bukan Sekadar Tanggal
Tanggal 6 April dipilih bukan karena nelayan suka angka genap atau karena tanggal cantik. Bukan pula karena itu hari diskon alat pancing di marketplace.
Tapi karena pada momen itu, secara tradisional nelayan di berbagai wilayah Indonesia – seperti Pangandaran, Cilacap, Indramayu, hingga pesisir Aceh – mulai kembali melaut. Musim angin barat dan badai besar sudah mulai reda, dan laut kembali bersahabat.
Lalu, sejak tahun 1960-an, sejumlah daerah mulai merayakannya sebagai “pesta nelayan” atau “hari syukuran laut”.
Nah, pada era pemerintahan Presiden Soeharto, melalui Dewan Perikanan Indonesia, tanggal 6 April mulai dipromosikan sebagai momen nasional nelayan, meski belum ditetapkan melalui Keppres.
Sejak itu, 6 April hidup sebagai tradisi dan perayaan kultural, didukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan hingga kini. Maka, walau tak selalu tercetak di kalender, Hari Nelayan adalah “hari besar yang hidup di hati rakyat pesisir.”
b. Nelayan: Pahlawan Sunyi dari Pesisir.
Coba pikir, kapan terakhir kali nelayan diwawancarai live di TV?
Jarang, bukan?!
Kecuali kalau ada ikan raksasa nyangkut di jaring, atau kapal asing nyelonong. Padahal mereka kerja tiap hari, kasih kita gizi laut, jaga kedaulatan, dan isi pasar dengan hasil tangkapan segar.
Kita ribut di TikTok soal skincare, mereka ribut soal cuaca laut. Kita takut kehilangan sinyal, mereka takut kehilangan jangkar.
Tapi yang heran:
Mereka lebih jarang mengeluh. Mungkin karena lebih sibuk bersyukur daripada bersaing bikin konten.
c. Nelayan, Gus Dur, dan Tawakal yang Sederhana
Gus Dur pernah bilang:
“Orang Indonesia itu hebat, sudah susah… tetap ketawa. Sudah tenggelam… masih sempat selfie.”
Nelayan itu contohnya.
BBM naik? Mereka cengengesan.
Ikan turun? Mereka ngopi sambil bilang, “Yo wis, rezeki ora iso mlayu.”
Meski kadang…
“Kalau perahu bocor, ya mlayu kabeh, Mas!”
Itu bukan pesimisme.
Itu filsafat tawakal.
Kerja keras iya, tapi yang ngatur hasil tetap Allah SWT.
d. Laut dalam Al-Qur’an: Ladang Rezeki dan Tanda Kekuasaan
Allah sudah sebut jelas dalam Al-Qur’an:
“Dialah yang menundukkan lautan untukmu agar kamu dapat makan darinya daging yang segar…” (QS. An-Nahl: 14)
“Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan dari laut sebagai rezeki bagimu.” (QS. Al-Maidah: 96)
Artinya:
Rezeki halal itu bukan hanya di darat, bukan hanya dari gaji kantor. Laut pun ditundukkan untuk jadi berkah, asal manusia tidak serakah.
e. Refleksi Sosial: Kita di Mana? Mereka di Mana?
Kita ribut algoritma medsos, Mereka ribut arah angin dan arus laut.
Kita minta subsidi pulsa, Mereka minta cuaca cerah.
Padahal, merekalah yang berjasa menjaga pasokan protein nasional, menyambung hidup jutaan keluarga di pesisir, bahkan menjaga NKRI dari batas samudra.
Jadi, Mau Diam Saja atau…
Dukung produk nelayan lokal.
Jangan cuma bangga makan sushi, tapi lupa sarden buatan kampung sendiri.
f. Stop buang sampah ke laut.
Karena plastikmu bisa nyangkut di jaring rezeki mereka.
Dorong kebijakan pro-nelayan.
Karena mereka bukan cuma pemancing rezeki, tapi penjaga peradaban maritim kita.
g. Penutup: Belajar Hidup dari Nelayan
Nelayan itu guru kehidupan. Ia mengajarkan kita bahwa:
Tidak semua hasil langsung tampak.
Tidak semua perjuangan langsung berbuah.
Tapi semua itu… tetap harus dijalani dengan ikhlas dan penuh harapan.
Selamat Hari Nelayan Nasional.
Untuk mereka yang hidup dari laut,
dan menghidupkan negeri dari jaring yang sederhana.
#HariNelayanNasional #6April #LautKitaHidupKita #RezekiHalalLewatOmbak #DukungNelayanLokal #BelajarTawakalDariNelayan #GusDurStyle #NelayanBukanOrangBiasa #RefleksiSosial #NgopiDiTepiPantai