Sampah Liar Cemari DAS Brantas di Gresik, Tantangan Masih Menganga

Gresik, headlinejatim.com – Tumpukan sampah liar kembali mencoreng wajah lingkungan di bantaran DAS Brantas, Desa Cangkir, Kecamatan Driyorejo, Gresik. Temuan ini menguak sisi rapuhnya pengawasan serta kesadaran kolektif dalam pengelolaan sampah di tingkat lokal.

Kepala Bidang Wilayah III Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup (Pusdal LH) Jawa, Gatut Panggah Prasetyo, S.P., M.Sc, mengungkapkan laporan masyarakat melalui media sosial hingga Pusdal Jawa segera ditindaklanjuti. Pada Jumat, 22 Agustus 2025, pukul 09.55 WIB, tim verifikasi menemukan bukti sampah liar di lokasi.

Read More

“Tidak lama setelah verifikasi, pukul 11.00 WIB, DLH Gresik langsung koordinasi dengan camat, kepala desa, dan warga. Tim kebersihan juga diturunkan untuk membersihkan lokasi,” jelas Gatut.

Gerak Cepat: Dari Bersih-Bersih Hingga Rencana Regulasi

DLH Kabupaten Gresik bersama pemerintah desa merumuskan tiga tahapan strategi:

• Jangka pendek: pembersihan, pemasangan spanduk larangan, kewajiban buang sampah ke TPS 3R sebelum diangkut ke TPST Belahanrejo, serta sosialisasi ke masyarakat.

• Jangka menengah: optimalisasi pengolahan TPS 3R, penguatan regulasi tingkat desa, serta pembangunan hangar di TPS 3R.

• Jangka panjang: penambahan sarana-prasarana agar kapasitas pengolahan sampah di Desa Cangkir meningkat signifikan.

Luka Lama yang Terulang

Namun, penanganan cepat ini menyisakan tanda tanya: mengapa persoalan sampah liar di DAS Brantas terus berulang? Kasus serupa sudah sering terjadi, tetapi langkah pencegahan masih lemah. Pola yang muncul adalah pembersihan pasca-laporan, bukan pengawasan yang berkesinambungan.

Kondisi ini berpotensi menciptakan lingkaran masalah. Dimana, sampah dibuang sembarangan, warga protes, pemerintah turun tangan, lalu kembali terulang. Sementara itu, DAS Brantas tetap menanggung beban pencemaran.

Tantangan Utama: Mengubah Perilaku

Gatut menegaskan bahwa inti persoalan ada pada kesadaran masyarakat. “Setiap sampah yang dibuang sembarangan akan kembali merugikan warga sendiri melalui pencemaran sungai. Perubahan perilaku itu jauh lebih penting daripada sekadar membersihkan lokasi,” ujarnya.

Edukasi berkelanjutan dan keterlibatan masyarakat menjadi kunci. Tanpa itu, penambahan sarana dan regulasi hanya akan menjadi formalitas tanpa efek nyata.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *