Lumpia, Wingko, dan Babat Gongso: Ucapan Ulang Tahun dari Dapur Semarang

headlinejatim.com —Tanggal dua puluh lima Juli bukan sekadar penanda usia sebuah kota. Ia adalah perayaan akan rasa yang tak lekang oleh waktu. Semarang, kota pelabuhan yang berdiri sejak abad ke-16, tak hanya menyimpan jejak sejarah dalam batu dan arsip. Ia menyimpannya dalam aroma, rasa, dan setiap suapan yang mengandung cerita lintas generasi.

Di balik gemerlap kota dan senyap gang-gang sempit, Semarang menyuguhkan warisan yang bisa dicicipi. Lumpia, dengan kulitnya yang tipis dan isian rebung gurih, bukan sekadar makanan khas. Ia adalah simbol dari pertemuan budaya Tionghoa dan Jawa yang sejak dulu saling merangkul di meja makan. Dalam satu gulungan, tersimpan kisah perantau, penjaga warung tua, dan tangan-tangan yang sabar meracik setiap bahan.

Read More

Wingko babat, si manis legit dari kelapa dan ketan, mengingatkan kita bahwa tak semua warisan datang dari pusat kota. Ia tumbuh dari cerita orang-orang biasa yang menjadikan rasa sebagai identitas. Ada juga tahu petis dengan cocolan pekat yang menyimpan keseimbangan rasa, atau babat gongso yang pedas manisnya menampar lidah namun memeluk batin dengan kenangan rumah.

Semarang adalah kota yang mengizinkan perbedaan bersanding di dalam dapur. Kuliner di sini tidak dibentuk oleh satu budaya, tetapi oleh kepercayaan bahwa percampuran bisa menghasilkan sesuatu yang utuh dan membahagiakan. Di Semarang, sejarah bisa disantap. Dan masa depan, bisa dibumbui.

Hari ini, rasa-rasa itu tak diam. Mereka terus bergerak mengikuti zaman. Anak muda mengolah lumpia menjadi croissant lumpia, menyajikan babat gongso dalam rice bowl, atau mengubah wingko menjadi kue kekinian. Tapi mereka tahu, akar tidak boleh tercerabut. Di tengah perubahan, rasa tetap menjadi pengikat antara generasi.
Semarang hari ini mungkin lebih modern. Gedung-gedung menjulang, jalan-jalan lebih lebar, dan teknologi merambah hingga ke pasar tradisional. Namun ada satu yang tak berubah: selera yang membuat warganya kembali pulang, dan membuat para pelancong tak henti rindu.

Selamat ulang tahun, Semarang. Terima kasih telah membiarkan kami belajar tentang toleransi melalui rasa, tentang sejarah lewat aroma, dan tentang cinta yang disajikan hangat di atas piring.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *