Kadin Jatim: Kenaikan Upah Tanpa Peningkatan Produktivitas Bakal Paksa Pengusaha Lakukan Efisiensi

Ketua Komite Tetap Hubungan Industrial Kamar dagang dan industri (Kadin) Jawa Timur, Dwi Ken Hendrawanto.

SURABAYA headlinejatim.com — Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur sebesar 6,11 persen mendapat perhatian serius dari kalangan pengusaha. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur terkait penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026.

Ketua Komite Tetap Hubungan Industrial Kamar dagang dan industri (Kadin) Jawa Timur, Dwi Ken Hendrawanto, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Apindo Jatim menyatakan pihaknya telah menerima keputusan tersebut. “Terus terang kemarin kita sudah menerima SK keputusan dari Gubernur Jawa Timur terkait dengan UMK dan SK yang sudah harus berjalan nanti mulai tanggal 1 Januari 2026,” ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (25/12/2025).

Read More

Sebelum keputusan diterbitkan, ia mengaku kalangan pengusaha sempat diliputi kekhawatiran. Hal itu berkaitan dengan proses pembahasan di Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Timur yang melibatkan berbagai unsur, termasuk pengusaha, pekerja, dan pemerintah.

Menurut Dwi Ken, pengusaha telah berupaya mengikuti arahan pemerintah pusat dalam perhitungan kenaikan upah. “Pengusaha pun sudah berusaha sekuat mungkin untuk mengeluarkan hitungan sesuai arahan dari Presiden Prabowo bahwa alpha minimal 0,5,” katanya.

Pengusaha berharap angka alpha berada di kisaran 0,5. Harapan tersebut sebagian terwujud karena keputusan gubernur menetapkan wilayah ring 1 rata-rata berada di angka tersebut, meski di beberapa daerah nilainya tetap tergolong tinggi.

Namun demikian, kembali diberlakukannya kebijakan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) kembali menjadi sorotan. “Ini jadi catatan penting terkait dengan berapa industri-industri yang sektoral yang memang masuk dalam list yang dikeluarkan oleh Gubernur,” ujarnya.

Meski angkanya tidak sekontroversial tahun lalu, UMSK tetap menjadi tambahan beban bagi industri tertentu. Selain harus menyesuaikan UMK, pengusaha juga diwajibkan mengeluarkan tambahan biaya untuk upah sektoral.

Dwi Ken menegaskan bahwa kenaikan UMK akan berdampak pada seluruh sektor industri. “UMK tahun 2026 ini pasti berdampak pada semua lini industri. Baik itu industri kecil, menengah dan besar di Jawa Timur,” katanya.

Ia berharap kenaikan upah tersebut sejalan dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja. “Sebenarnya adanya UMSK ini tentunya produktivitas kerja harus meningkat,” ujarnya. Namun, kenyataannya banyak industri yang produktivitasnya tidak meningkat meski upah terus naik.

Ia menegaskan, ketika kenaikan upah tidak diimbangi produktivitas, pengusaha cenderung melakukan efisiensi. “Yang pasti akan banyak efisiensi ya, efisiensi ini pasti akan dilakukan oleh pengusaha,” kata Dwi Ken. Ia berharap langkah tersebut tidak berujung pada kebijakan ekstrem seperti pemutusan hubungan kerja.

Apalagi kondisi industri saat ini berada pada fase tidak baik-baik saja dan masih menghadapi tekanan berat. Ada sejumlah industri di Jawa Timur kondisinya mengalami penurunan. Misalnya sektor sepatu, perikanan, tekstil, dan kayu akibat penurunan daya beli global, perang dagang, serta konflik internasional yang mempengaruhi kinerja industri berorientasi ekspor.

Dwi Ken juga menyoroti dampak kenaikan UMK terhadap daya saing Jawa Timur. Menurutnya, disparitas upah yang tinggi membuat banyak pengusaha melirik provinsi lain. “Sebenarnya udah beberapa tahun terakhir ini sejak UMK Jawa Timur itu naik cukup signifikan dan memang sudah banyak pengusaha-pengusaha melirik bisnis di Jawa Tengah,” ungkapnya.

Ia mengakui relokasi investasi tersebut sudah terjadi dan sulit dihindari. Bahkan terdapat pengusaha asal Jawa Timur yang membangun kawasan industri di Jawa Tengah karena perbedaan upah yang dinilai sukup signifikan.

Meski demikian, sebagai pengushaa asli Jatim, pihaknya tetap berkomitmen untuk mempertahankan usaha mereka karena mempertimbangkan dampak sosial di daerah asal. “Kita ini sebagai pengusaha yang tinggal di Jawa Timur kan harus memikirkan pekerja lokal yang memang jangan sampai ini terdampak dan jadi masalah sosial baru,” katanya.

Terkait perusahaan yang belum mampu membayar upah sesuati ketetapan, Dwi Ken menjelaskan adanya mekanisme kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. “Banyak pengusaha yang memang disarankan membuat keputusan bersama, antara pihak perusahaan dengan pekerja,” ujarnya, seraya menegaskan kesepakatan tersebut harus dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *