Tiga Pesan dari 6 September: Identitas, Pilihan, dan Waktu

headlinejatim.com —Ada hari-hari yang hadir dengan gegap gempita. Ada pula hari-hari yang datang tanpa suara, nyaris luput dari perhatian, tetapi menyimpan makna yang dalam. Tanggal 6 September adalah salah satunya. Dunia mengenalnya sebagai Hari Jenggot Sedunia, Hari Bacon Internasional, dan Hari Anti Penundaan. Sekilas terdengar remeh, tetapi justru dari hal-hal sederhana inilah kehidupan menitipkan pesan yang layak direnungkan.

Jenggot: Jejak Waktu di Wajah Manusia

Hari Jenggot Sedunia diperingati setiap Sabtu pertama bulan September. Tahun ini jatuh pada 6 September. Akar tradisinya lahir dari Eropa Utara, terutama bangsa Viking yang memandang jenggot sebagai simbol kehormatan dan keberanian. Sejarah juga mengenal tokoh besar seperti Leonardo da Vinci dengan jenggot panjangnya yang menjadi tanda kebijaksanaan. Dalam tradisi Islam, jenggot dipandang sebagai sunnah yang diwariskan Nabi Muhammad SAW.

Read More

Di Indonesia, jenggot memiliki ragam makna. Pada era pergerakan, H.O.S. Tjokroaminoto kerap digambarkan dengan janggut tipis yang melambangkan kewibawaan. Kini, jenggot menjadi bagian dari gaya hidup generasi muda. Data e-commerce mencatat penjualan produk perawatan jenggot meningkat lebih dari 70 persen dalam lima tahun terakhir. Jenggot bukan lagi sekadar rambut di wajah, melainkan identitas yang menegaskan siapa diri kita di tengah dunia digital yang sering menyeragamkan manusia.

Bacon: Selera yang Menyusuri Batas

Hari Bacon Internasional muncul di Amerika Utara pada awal 2000-an dan dirayakan setiap Sabtu pertama bulan September. Bacon yang berupa irisan tipis daging babi asap telah menjadi ikon kuliner Barat sejak abad pertengahan. Di Inggris dan Amerika, bacon bahkan masuk dalam budaya populer. Ada festival khusus bacon, buku resep, hingga komunitas pencinta bacon yang aktif merayakannya.

Bagi Indonesia, perayaan ini terasa asing karena mayoritas penduduknya muslim. Namun bacon menyimpan pelajaran tentang globalisasi selera. Restoran asing yang menyajikan menu berbasis bacon kini mudah ditemukan di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bali terutama untuk wisatawan mancanegara. Fenomena ini mengingatkan kita pada pentingnya menjaga kedaulatan kuliner nusantara. Data Kementerian Pariwisata menunjukkan kuliner menyumbang sekitar 30 persen dari total belanja wisatawan asing di Indonesia. Rendang yang pernah dinobatkan CNN sebagai makanan terenak dunia pada 2011 adalah contoh nyata bahwa kuliner Indonesia mampu bersaing di panggung global.

Anti Penundaan: Waktu yang Tak Pernah Menunggu

Hari Anti Penundaan lahir di Amerika Serikat pada akhir abad ke-20. Peringatan ini muncul sebagai bentuk refleksi terhadap kebiasaan manusia modern yang kerap kehilangan fokus. Data psikologi menyebut 20 sampai 25 persen populasi dunia adalah penunda kronis. Survei internasional tahun 2023 menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan penggunaan media sosial tertinggi di dunia, rata-rata tiga jam delapan belas menit per hari. Distraksi yang besar ini membuka jalan lebar bagi kebiasaan menunda.

Namun sejarah membuktikan bahwa perubahan besar selalu lahir dari keberanian untuk tidak menunda. Proklamasi 17 Agustus 1945 terjadi karena Soekarno, Hatta, dan Sjahrir memilih bertindak cepat meski bayangan ancaman militer Jepang masih ada. Seandainya mereka menunggu waktu yang dianggap lebih aman, mungkin kemerdekaan tidak akan lahir pada hari itu.

Sebuah Cermin untuk Indonesia

Tiga peringatan ini sesungguhnya adalah cermin. Jenggot mengajarkan kita tentang identitas, tentang bagaimana kita ingin dikenang. Bacon mengingatkan bahwa hidup selalu tentang pilihan, tentang apa yang kita nikmati, apa yang kita tolak, dan apa yang ingin kita wariskan. Anti penundaan memberi pesan bahwa waktu tidak pernah menunggu, dan keberanian untuk bertindak adalah kunci lahirnya perubahan.

Indonesia hari ini sedang berada di persimpangan. Kita dituntut menjaga jati diri di tengah arus global, memilih jalan yang tepat dalam ekonomi dan budaya, serta berani melangkah tanpa menunda. Maka 6 September bukan hanya hari unik di kalender dunia. Ia adalah pengingat bahwa identitas harus dijaga, pilihan harus diambil, dan langkah harus segera dijalankan.

Karena sejarah tidak menunggu mereka yang ragu. Sejarah berpihak pada mereka yang berani menentukan sikap.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *