SURABAYA, headlinejatim.com — Gelombang kerusuhan yang terjadi pada akhir Agustus lalu memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian, khususnya di Jawa Timur. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, menilai bahwa meski situasi berangsur pulih, efek psikologis terhadap konsumen dan investor masih terasa.
Menurut Adik, selama sepekan setelah kerusuhan, aktivitas ekonomi di sejumlah kota Jawa Timur masih melambat. “Jalan ke kota masih banyak yang mikir, sehingga masyarakat yang mau belanja juga menunda. Omzet toko-toko jelas menurun,” ujar Adik Dwi Putranto di Surabaya, Kamis (4/9/2025).
Sektor ritel menjadi salah satu yang paling terpukul. Saat kerusuhan, sejumlah mall dan gerai atau kafe beroperasi tidak seperti normalnya karena khawatir keamanan sehingga penjualan menurun sekitar 60-8%. Bahkan di titik rawan, seperti kawasan sekitar Gedung Negara Grahadi Surabaya, penurunan omzet bisa mencapai 100 persen karena tidak beroperasi. “Yang jual takut buka, yang mau beli juga takut ke sana,” jelas Adik.
Selain ritel, sektor pariwisata dan perhotelan juga terkena dampak langsung. Beberapa hotel di Malang melaporkan okupansi turun hingga 10 persen pada puncak kerusuhan. Travel warning dari sejumlah negara seperti Amerika Serikat dan Australia ikut memperburuk persepsi pasar wisata.
Transportasi dan logistik perkotaan pun mengalami gangguan. Penutupan jalan dan pengalihan arus menyebabkan keterlambatan distribusi barang. “Logistik tidak sampai rusak, tapi waktu antar jadi tertunda dan biaya meningkat,” ungkapnya.
Secara nasional, gejolak juga menekan stabilitas keuangan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok lebih dari 2 persen pada 29 Agustus, sementara rupiah melemah mendekati Rp16.475 per dolar AS. Bank Indonesia pun melakukan intervensi ganda di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN) untuk meredam tekanan.
Pemerintah memperkirakan kerugian infrastruktur akibat kerusuhan mencapai Rp900 miliar, dengan kerusakan terbesar terjadi di Jawa Timur. Kebakaran Gedung Negara Grahadi di Surabaya dan perusakan kantor DPRD Kediri diperkirakan menelan biaya hingga Rp500 miliar.
Meski fundamental manufaktur masih relatif kuat, Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia hanya menunjukkan ekspansi tipis di level 51,5 pada Agustus. Kondisi ini menggambarkan adanya “hiccup” atau gangguan singkat yang bisa menghambat momentum pemulihan industri.
Adik menegaskan, dampak paling signifikan dari kerusuhan adalah pada sisi kepercayaan. “Kepercayaan dunia internasional terhadap investasi di Indonesia jelas terdampak. Investor, baik dari dalam maupun luar negeri, masih menunggu kepastian stabilitas politik dan keamanan,” ujarnya.
Kadin Jatim optimistis, pengalaman ini akan mendorong pemerintah, DPR, dan aparat keamanan untuk melakukan perubahan signifikan dalam tata kelola sosial dan politik. “Sudah ada komitmen dari pemerintah dan DPR untuk menindaklanjuti tuntutan mahasiswa. Tinggal bagaimana eksekusinya,” katanya.
Dalam menghadapi potensi kerusuhan serupa, Kadin telah menyiapkan strategi mitigasi. Pada tahap awal (0–72 jam), Kadin mendorong koordinasi lintas pihak untuk melindungi koridor logistik vital, terutama di jalur industri Sidoarjo–Gresik–Surabaya. Langkah ini dinilai penting agar distribusi pangan, obat, dan BBM tidak terganggu.
Selain itu, pelaku usaha juga diminta menyesuaikan jam operasional dan memanfaatkan kanal digital untuk menjaga transaksi. Skema kerja dari rumah (WFH) selektif juga disarankan guna meminimalisasi risiko saat aksi berlangsung.
Dalam jangka menengah (1–4 minggu), Kadin mengusulkan percepatan perbaikan fasilitas publik yang rusak serta pemberian insentif bisnis, seperti relaksasi retribusi daerah dan percepatan izin operasional sementara. Upaya ini diyakini bisa menggerakkan kembali permintaan domestik, khususnya bagi UMKM.
Adapun dalam jangka panjang (1–3 bulan), Kadin menekankan pentingnya penyusunan standar operasional kontinjensi bagi sektor ritel dan logistik. Langkah itu meliputi rute distribusi alternatif, gudang satelit, serta penguatan sistem keamanan toko dan pusat belanja.
“Kita perlu SOP jelas agar dunia usaha lebih siap. Dari CCTV redundan, panic button, sampai protokol evakuasi harus menjadi standar,” tegas Adik.
Ia juga menambahkan pentingnya dialog berkelanjutan antara pengusaha, buruh, mahasiswa, dan pemerintah daerah. Forum ini diharapkan bisa meredakan ketegangan sosial sekaligus memperkuat fondasi kepercayaan publik.
Harapan terbesar Kadin Jatim kini adalah pemulihan kepercayaan, baik dari masyarakat maupun investor global. “Aspirasi harus tersalurkan tanpa mengorbankan keselamatan publik dan keberlangsungan usaha. Jika konsumsi pulih, lapangan kerja terjaga, dan investasi aman, ekonomi kita bisa kembali bangkit lebih cepat,” pungkas Adik.
Kerusuhan Tekan Ekonomi Jatim, Kadin Minta Kepercayaan Investor Dijaga
