headlinejatim.com —Sejarah dunia pernah berhenti sejenak pada 2 September. Delapan puluh tahun lalu di atas kapal USS Missouri, Jepang menandatangani penyerahan tanpa syarat. Perang Dunia II resmi berakhir. Hari itu dunia menutup babak kelam dan memulai perjalanan panjang menuju damai. Masih pada tanggal yang sama di Hanoi, Ho Chi Minh berdiri lantang memproklamasikan kemerdekaan Vietnam. Dari luka yang panjang lahir keberanian baru. Dari abu kehancuran tumbuh keyakinan untuk berdiri sendiri.
Hari ini Indonesia memasuki 2 September 2025 dengan wajah yang lain. Jalan-jalan kota masih dipenuhi barisan massa. Teriakan demonstran menggema di pusat pemerintahan. Sejak akhir Agustus eskalasi aksi semakin menguat. Rakyat turun ke jalan menuntut keadilan, menolak kebijakan yang dianggap menekan kehidupan sehari-hari, sekaligus mempertanyakan arah bangsa ke depan. Di layar televisi dan media sosial, gambar baku hantam aparat dan massa berseliweran. Indonesia kembali berada di persimpangan jalan.
Namun sejarah memberi kita cermin. London pernah habis dilalap api pada 2 September 1666. Tiga belas ribu bangunan runtuh termasuk Katedral St. Paul yang megah. Dari puing-puing itu lahir kota yang bangkit dengan wajah baru. Indonesia sendiri pernah porak poranda. Krisis ekonomi, bencana alam, dan perpecahan politik tidak sekali dua kali datang menghantam. Namun berkali-kali pula bangsa ini menemukan daya untuk berdiri kembali.
2 September 2009, tanah Jawa Barat diguncang gempa besar. Ratusan ribu orang kehilangan rumah, puluhan jiwa melayang. Dari duka itu lahir solidaritas. Gotong royong rakyat menyatukan yang tercerai. Sembilan tahun kemudian pada 2 September 2018, Indonesia menutup Asian Games dengan bangga. Bendera Merah Putih berkibar di podium. Indonesia menempati peringkat keempat perolehan medali. Dari ruang olahraga dunia menyaksikan bahwa bangsa ini besar bukan hanya karena sejarah, tetapi juga karena kerja keras generasinya.
Kini 2 September 2025 hadir sebagai ruang jeda. Di antara riuhnya peringatan kemerdekaan Agustus dan beratnya memori sejarah September, tanggal ini memberi kita kesempatan untuk berhenti sejenak. Untuk merenungkan apa arti merdeka setelah delapan dekade lebih kita berdiri sebagai bangsa. Untuk bertanya apakah kita sudah belajar dari luka, atau masih mengulang lingkaran yang sama.
Jika hari ini suara rakyat kembali meninggi, maka esok semestinya diisi dengan kesediaan mendengar. Jika hari ini kita berbeda jalan, maka tujuan akhirnya tetap sama. Indonesia yang adil, kuat, dan bermartabat. Seperti dunia yang memilih damai pada 2 September 1945, kita pun punya kesempatan yang sama pada 2 September 2025.
Hari ini mungkin terasa sunyi dibanding tanggal-tanggal besar lain. Namun justru dalam kesunyian itu tersimpan kemungkinan besar. 2 September bisa menjadi titik balik. Tergantung bagaimana kita memilih untuk memaknainya.