Merajut Konservasi dari Kota Reog: BBKSDA Jawa Timur dan Universitas Muhammadiyah Ponorogo Deklarasikan Komitmen Bersama

Ponorogo, headlinejatim.com — Suasana pagi di Expotorium Universitas Muhammadiyah Ponorogo (UMPO) mendadak berbeda. Lebih dari enam ratus mahasiswa berkumpul, bukan sekadar menghadiri perkuliahan rutin, melainkan menyaksikan sebuah momentum penting bagi masa depan konservasi di Jawa Timur. Mereka bertatap langsung dengan seorang tokoh nasional di bidang konservasi, Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut., M.Agr.Sc., Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE).

Dalam kuliah umum bertajuk “Forest Resources Conservation”, Prof. Satyawan mengajak generasi muda untuk tidak memandang hutan dan satwa liar sekadar objek biologi. “Konservasi adalah soal keberlangsungan hidup manusia. Hutan adalah paru-paru bumi, dan satwa adalah penanda keseimbangan ekosistem. Bila satu hilang, maka runtuhlah rantai kehidupan,” tegasnya. Kalimat itu disambut tepuk tangan panjang dari ratusan mahasiswa yang hadir.

Read More

Puncak acara ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Dukungan Pelestarian Lingkungan dan Penguatan Edukasi Konservasi antara Balai Besar KSDA Jawa Timur (BBKSDA Jatim) dan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Deklarasi itu ditandatangani oleh Kepala BBKSDA Jatim, Nur Patria Kurniawan, S.Hut., M.Sc., dan Rektor UMPO, Dr. Rido Kurnianto, M.Ag., disaksikan jajaran rektorat, dosen, mahasiswa, pimpinan Muhammadiyah Ponorogo, serta pegiat konservasi satwa.

Isi deklarasi memuat lima komitmen utama:

  1. Sinergi pendidikan dan penelitian konservasi melalui kuliah umum, seminar, hingga kegiatan pengabdian masyarakat.
  2. Pendirian Edupark UMPO sebagai taman konservasi pendidikan yang berfungsi sebagai pusat edukasi, penelitian, dan pelestarian hayati.
  3. Penangkaran Merak Hijau (Pavo muticus) sebagai program unggulan Edupark, selaras dengan ikon budaya Reog Ponorogo.
  4. Menjamin tata kelola konservasi sesuai peraturan perundangan, mekanisme perizinan, dan supervisi BBKSDA Jawa Timur.
  5. Implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam kerangka konservasi alam, penelitian, dan pemberdayaan masyarakat penyangga kawasan.

Merak Hijau bukan sekadar satwa langka yang masuk dalam daftar Appendix II CITES dan berstatus Endangered menurut IUCN. Bagi masyarakat Ponorogo, bulu ekornya menjadi bagian dari Dadak Merak, ikon kesenian Reyog Ponorogo yang telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya takbenda dunia.

“Melestarikan Merak Hijau sama artinya dengan melestarikan Reyog. Satwa dan budaya berjalan beriringan, dan itu menjadi kekuatan Ponorogo,” ujar Nur Patria Kurniawan. Beliau menegaskan, penangkaran Merak Hijau yang dikembangkan bersama Edupark UMPO bukan hanya upaya menjaga keanekaragaman hayati, tetapi juga upaya merawat identitas budaya bangsa.

Dalam kesempatan tersebut, juga diserahkan penghargaan kepada mitra yang telah lama berjuang di garis depan konservasi. Mereka adalah:

  1. Jaga Satwa Indonesia (JSI) Madiun, komunitas relawan penyelamat satwa liar.
  2. KTH Gentan Hijau Berseri, kelompok tani yang mengembangkan penangkaran Merak Hijau dan menjaga kesinambungan budaya Reyog.
  3. Surat Wiyoto (Mbah Surat), sosok pelopor penangkaran Merak Hijau di Madiun Raya, yang dengan dedikasinya menjadi teladan bagi generasi muda.

Apresiasi ini menjadi penegasan bahwa konservasi adalah kerja kolektif: pemerintah, akademisi, komunitas, hingga tokoh masyarakat. Deklarasi yang berlaku tiga tahun ini bukan sekadar janji di atas kertas. Program-program nyata telah disiapkan, di antaranya:

  1. Kuliah umum dan seminar konservasi untuk mahasiswa lintas jurusan.
  2. Kampanye lingkungan di sekolah-sekolah sekitar Ponorogo.
  3. Magang dan penelitian mahasiswa di kawasan konservasi BBKSDA Jatim.
  4. KKN tematik konservasi di desa penyangga.
  5. Festival Konservasi dan Lingkungan tingkat regional.
  6. Pengembangan Edupark UMPO dengan koleksi tumbuhan konservasi, arboretum mini, jalur interpretasi, hingga program kunjungan edukatif untuk siswa sekolah dasar dan menengah.

Dengan langkah-langkah ini, UMPO dan BBKSDA Jatim berharap edukasi konservasi menjadi gerakan kultural yang mengakar di masyarakat.

Deklarasi ini adalah ikrar moral, menjaga hutan, satwa, dan budaya sebagai warisan tak ternilai untuk generasi mendatang. Dari Ponorogo, tanah di mana Reyog berdiri tegak, pesan konservasi bergema. Suatu ajakan agar setiap orang, dari mahasiswa hingga masyarakat desa, ikut menjaga bumi.

Di akhir acara, Prof. Satyawan kembali mengingatkan, “Konservasi adalah tugas bersama. Bila kita gagal, maka anak cucu kita hanya akan mendengar cerita, bukan lagi menyaksikan Merak Hijau menari di alam liar.”

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *