Ketimpangan Kualitas Seragam Gratis, DPRD Desak Pemkot Surabaya Perbaiki Standar Beasiswa

Surabaya, headlinejatim.com— Program beasiswa Pemuda Tangguh yang digulirkan Pemerintah Kota Surabaya menuai sorotan dari kalangan DPRD. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi D DPRD Surabaya bersama Dinas Pendidikan, Dinas Koperasi, dan Bagian Kesejahteraan Rakyat, Selasa (6/8/2025), isu ketimpangan kualitas seragam gratis untuk siswa miskin menjadi perhatian utama.

Anggota Komisi D, Imam Syafi’i, menyampaikan sejumlah temuan di lapangan soal perbedaan warna dan kualitas kain seragam antara siswa penerima beasiswa dan siswa lain di sekolah negeri. Seragam pramuka dan putih abu-abu disebut tidak seragam, baik dari segi bahan maupun tampilan.

Read More

“Saya cek ke SMAN 2 dan SMAN 10, seragam pramuka anak-anak penerima beasiswa warnanya beda dengan yang lain. Termasuk abu-abu juga. Ini bukan soal teknis semata, tapi menyangkut rasa percaya diri siswa,” kata Imam, Kamis (7/8/2025).

Dari total 21 ribu penerima beasiswa Pemuda Tangguh, lebih dari 6 ribu di antaranya merupakan siswa SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah kelas 10 yang berasal dari keluarga miskin dan pra-miskin.

Imam mendesak Pemkot membuat standarisasi yang jelas soal seragam gratis agar tidak mencolok dibandingkan seragam siswa lainnya. Menurutnya, jika seragam bantuan terlihat lebih murah atau berbeda mencolok, hal itu bisa mempermalukan siswa di tengah lingkungan sekolahnya.

“Anak-anak dari keluarga kurang mampu itu sensitif. Kalau kainnya lebih jelek dari teman-temannya, mereka bisa minder. Ini kan kontraproduktif dengan semangat inklusi,” ujar mantan jurnalis itu.

Ia juga mengapresiasi inisiatif sebagian kepala sekolah dan guru yang membantu menambal kekurangan, misalnya dengan memberikan kain seragam tambahan kepada siswa tidak mampu secara pribadi. Namun menurutnya, solusi itu sifatnya darurat dan tidak bisa diandalkan dalam jangka panjang.

Sebagai catatan, harga satu stel seragam bantuan berkisar Rp250 ribu, sementara harga seragam di sekolah negeri bisa mencapai Rp280 ribu. Selisih ini, menurut Imam, berdampak langsung pada kualitas dan warna kain yang digunakan.

Ia menambahkan, anggaran pendidikan di Surabaya seharusnya tidak hanya berhenti pada angka mandatory spending 20 persen dari APBD. Dengan kemampuan fiskal yang tinggi, Imam menilai Pemkot bisa mendorong anggaran pendidikan hingga 25 persen, tentu dengan serapan yang maksimal.

“Jangan hanya ditulis 25 persen, tapi realisasi di bawah 20 persen. Itu juga sama saja tidak maksimal,” tegas alumni PMII itu.

Terakhir, Imam menyarankan agar sosialisasi program beasiswa Pemuda Tangguh digencarkan dan tidak hanya melalui pengumuman resmi. Pelibatan RT dan RW disebutnya penting agar informasi benar-benar sampai ke warga yang membutuhkan.

“Libatkan semua pihak, jangan hanya pasang spanduk atau unggah pengumuman. RT RW itu tahu betul kondisi warganya,” pungkas Imam.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *