SURABAYA, headlinejatim.com– Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur memberikan apresiasi terhadap pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tahun ajaran 2025/2026 di Kota Surabaya. Menurut Pengurus LPA Jatim, Isa Anshori, pelaksanaan MPLS tahun ini menghadirkan nuansa berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Isa menyebut, hari pertama MPLS bukan sekadar penanda dimulainya proses belajar di sekolah. Lebih dari itu, momen ini menjadi titik awal yang penuh harapan bagi anak-anak, orang tua, maupun para pendidik. MPLS kali ini, menurutnya, merepresentasikan wajah pendidikan yang inklusif dan humanis.
“Inklusif karena melibatkan semua elemen, mulai dari guru, siswa, orang tua, hingga pemerintah. Humanis karena pendekatannya menyentuh sisi emosional, bukan hanya administratif. Sekolah seharusnya tidak menjadi ruang yang menakutkan atau asing, melainkan rumah kedua yang ramah dan menyenangkan bagi setiap anak,” ujar Isa.
Dalam pemantauannya, Isa mengunjungi sejumlah sekolah di Surabaya, baik negeri maupun swasta. Salah satunya adalah sekolah di bawah Yayasan Baiturrahman, yang membina jenjang TK, MI, SMP, hingga SMA. Ia menyaksikan kegiatan MPLS diawali dengan salat berjamaah di masjid, dilanjutkan pengarahan yang menekankan nilai-nilai spiritualitas, kedisiplinan, dan tanggung jawab.
“Pendekatan ini sangat menyentuh. MPLS tidak berhenti pada pengenalan fisik sekolah, tetapi menjadi gerbang awal pembentukan karakter. Ini bentuk pendidikan yang tidak hanya menyentuh akal, tapi juga menyentuh jiwa,” katanya.
Di sekolah negeri seperti SDN Kaliasin I, SDN Tanah Kali Kedinding, dan SDN Sidotopo, Isa menemukan semangat gotong royong yang kuat antara orang tua dan guru. Ia menilai keterlibatan orang tua dalam hari pertama sekolah menjadi gambaran nyata kolaborasi emosional dalam proses pendidikan.
Menurutnya, suasana ini tidak muncul begitu saja. Kebijakan Wali Kota Surabaya melalui surat edaran kepada Dinas Pendidikan yang mendorong orang tua untuk mengantar anak di hari pertama sekolah, serta adanya pelonggaran jam kerja bagi para orang tua yang bekerja, telah mendorong partisipasi masyarakat secara sukarela.
“Tidak ada kesan keterpaksaan. Yang terlihat justru antusiasme, ketulusan, dan semangat kebersamaan. Ini bukti bahwa ketika kebijakan berpihak pada anak, masyarakat akan bergerak,” ungkap Isa.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa sekolah semestinya bukan benteng tertutup, melainkan taman terbuka tempat semua pihak tumbuh bersama. Ia menekankan pentingnya menjaga semangat ini dalam keseharian proses pendidikan. Menurutnya, pelaksanaan MPLS di Surabaya telah menunjukkan pendekatan berbasis growth mindset.
“MPLS bukan sekadar seremoni. Di Surabaya, MPLS tahun ini membawa pesan penting: bahwa setiap anak memiliki potensi, dan potensi itu harus diasah, bukan dikotak-kotakkan dengan label pintar atau tidak pintar. Anak-anak tidak dilihat sebagai makhluk pasif penerima ilmu, tapi sebagai individu yang tumbuh, belajar dari kegagalan, dan terus berkembang,” tegasnya.
Isa juga menambahkan, pemahaman tentang growth mindset tidak hanya berlaku bagi siswa, tetapi juga bagi guru dan orang tua. Pendidikan adalah proses panjang, yang memerlukan dukungan, bukan tekanan. Dengan menyambut hari pertama sekolah secara kolaboratif, anak-anak diajarkan bahwa mereka boleh takut, boleh gagal, tapi tidak boleh menyerah.
“Sekolah harus menjadi tempat yang aman untuk belajar. Bukan hanya tempat menghafal pelajaran, tetapi tempat untuk bertumbuh sebagai manusia,” ujarnya.
Ia pun berharap, MPLS di Surabaya bisa menjadi contoh baik tentang bagaimana kebijakan publik, nilai-nilai pendidikan, dan peran komunitas dapat bersinergi membentuk generasi masa depan yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga tangguh, percaya diri, dan berkarakter.
“Pendidikan sejati bukan soal siapa yang paling cepat mencapai garis akhir, melainkan siapa yang terus bertumbuh. Sebab masa depan tidak hanya dibentuk oleh kurikulum dan buku teks, tetapi juga oleh pelukan orang tua di pagi hari, doa dari guru yang tulus, dan lingkungan sekolah yang memanusiakan anak-anak kita,” pungkas Isa.