Identitas Lokal, Energi Bangsa, Tur Literasi Bung Karno Tanamkan Kepemimpinan Historis di Kalangan Pelajar Jatim

Surabaya, headlinejatim.com — Di tengah derasnya arus globalisasi dan krisis panutan di kalangan generasi muda, Pemerintah Kota Surabaya menghadirkan pendekatan edukatif yang berbeda. Lewat program Tur Literasi Soekarno dan Surabaya, pelajar SMA/SMK dari berbagai kota di Jawa Timur diajak menelusuri jejak Sang Proklamator melalui situs-situs historis di Surabaya dan Blitar. Tujuannya bukan semata mengenal sejarah, tetapi memahami akar kepemimpinan Indonesia dari sosok Bung Karno.

“Tur ini bukan sekadar perjalanan ke tempat-tempat bersejarah, tetapi juga perjalanan batin untuk memahami siapa diri kita sebagai bangsa,” ungkap pemerhati sejarah dari komunitas Begandring Soerabaia, Kuncarsono Prasetyo, saat mendampingi peserta di Museum H.O.S. Tjokroaminoto, Sabtu (28/6/2025).

Read More

Menurut Kuncar, banyak pelajar maupun masyarakat umum masih menganggap Soekarno sekadar tokoh nasional dari Blitar. Padahal, keterkaitan Bung Karno dengan Surabaya sangat kuat dan signifikan dalam pembentukan karakternya. Di kota inilah, Soekarno remaja menyerap pemikiran kebangsaan dari tokoh-tokoh besar, termasuk gurunya, H.O.S. Tjokroaminoto.

“Di Peneleh, kita menemukan wajah-wajah Bung Karno. Ia bukan hanya nasionalis, tetapi juga religius. Pemahaman itu muncul dari interaksi intensnya dengan kehidupan rakyat di Surabaya,” ujar Kuncar.

Ia menekankan pentingnya kawasan Peneleh sebagai ruang edukasi sejarah yang hidup. Mulai dari rumah kelahiran Bung Karno, rumah kosnya di kediaman Tjokroaminoto, hingga toko buku dan jembatan yang menjadi saksi pergaulannya dengan tokoh pergerakan. Bahkan, dua nama anak Bung Karno, Guntur dan Megawati, telah diabadikan sebagai nama jalan sejak tahun 1952.

“Hal itu menunjukkan betapa dalamnya ikatan Soekarno dengan ruang-ruang ini. Identitas lokal membentuk arah pikirnya sebagai pemimpin,” tambahnya.

Lebih dari itu, Kuncar menilai bahwa pelajaran penting dari Bung Karno bukan pada pencapaiannya, tetapi pada proses hidupnya. Soekarno tumbuh dari kampung kecil, dari keluarga guru, bukan dari elite kekuasaan. “Ini pesan penting bagi generasi muda, bahwa besar tidak harus lahir dari istana. Kampung bisa melahirkan pemimpin bangsa,” ujarnya.

Salah satu peserta, Muhammad Akshaqian Alfaatih dari SMA Negeri 20 Surabaya, mengaku terkejut setelah mengetahui Bung Karno lahir di Surabaya. “Selama ini saya pikir beliau dari Blitar. Tapi ternyata lahir dan tumbuh di sini, sangat dekat dengan kehidupan rakyat,” ungkapnya.

Ia juga tertarik dengan sisi personal Bung Karno yang tidak banyak dibahas dalam buku pelajaran. “Bagaimana beliau tinggal di rumah Tjokroaminoto, seperti apa kesehariannya, dan bagaimana lingkungan itu membentuk pola pikirnya. Itu yang menarik,” ucapnya.

Selain itu, Alfaatih menyampaikan kekagumannya terhadap kemampuan Bung Karno dalam berbicara di hadapan publik. “Yang paling saya kagumi adalah semangat dan gaya bicaranya. Bung Karno sangat percaya diri dan mampu mempengaruhi orang lewat pidatonya,” katanya.

Tur Literasi ini diikuti oleh 100 pelajar dari enam daerah, yaitu Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Jombang, dan Kota Blitar. Rangkaian kegiatan dimulai dari Rumah Kelahiran Bung Karno, Rumah H.O.S. Tjokroaminoto, SDN Sulung, hingga perjalanan ke Blitar untuk mengunjungi Makam Bung Karno dan Istana Gebang.

Melalui pendekatan ini, Pemkot Surabaya membangun kesadaran historis dan kebanggaan lokal sebagai fondasi kepemimpinan masa depan. Tur Literasi Bung Karno menjadi ruang perjumpaan antara masa lalu dan masa depan, tempat pelajar tidak hanya belajar sejarah, tetapi juga belajar menjadi manusia Indonesia seutuhnya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *