World Art Nouveau Day (10 Juni): Merayakan Keindahan yang Luruh dalam Detail

headlinejatim.com —Setiap tanggal 10 Juni, dunia memperingati World Art Nouveau Day. Sebuah hari yang tidak sekadar mengenang gaya seni dari masa lalu, tapi juga mengajak kita melihat kembali bagaimana keindahan bisa hidup dalam setiap lekuk, lengkung, dan detail yang nyaris kita lewatkan dalam keseharian.

Art Nouveau atau “seni baru” muncul di penghujung abad ke-19 sebagai jawaban terhadap kejenuhan dunia pada arsitektur yang monoton dan seni yang seragam. Ia datang sebagai gerakan yang melawan kekakuan. Membebaskan garis, meniru bentuk tumbuhan dan makhluk hidup, lalu meleburkannya dalam bangunan, poster, mebel, bahkan desain interior rumah. Gaya ini hidup di banyak sudut Eropa dengan nama berbeda. Jugendstil di Jerman, Modernisme di Spanyol, Stile Liberty di Italia, dan Secession di Austria. Namun semua memiliki semangat yang sama. Seni tidak harus terikat oleh fungsi semata, tapi bisa menyatu dengan kehidupan sehari-hari.

Read More

Tanggal 10 Juni dipilih sebagai peringatan karena bertepatan dengan wafatnya dua tokoh penting Art Nouveau, yakni Antoni Gaudí di Spanyol dan Ödön Lechner di Hungaria. Keduanya meninggalkan warisan luar biasa. Dari lengkung-lengkung menawan Sagrada Família hingga bangunan-bangunan berkaca patri di Budapest.

Lalu, apa relevansinya bagi Indonesia?

Mungkin kita jarang mendengar kata Art Nouveau disebut dalam pelajaran sejarah seni di Indonesia. Tapi jika kita cermati, gaya ini pernah punya jejak yang tak kecil di tanah air. Lihatlah kota-kota tua peninggalan kolonial seperti Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, dan tentu saja Jakarta. Bangunan-bangunan era Hindia Belanda yang berdiri di sana. Bank tua, hotel, rumah dinas, hingga gedung pengadilan. Banyak yang menyimpan elemen khas Art Nouveau. Fasad dengan ornamen melengkung, jendela kaca patri, besi tempa yang berliku, hingga langit-langit dengan dekorasi floral. Di masa itu, arsitek Eropa membawa gaya ini ke nusantara, menyesuaikannya dengan iklim tropis dan bahan lokal, menghasilkan versi tropis dari Art Nouveau yang unik dan khas.

Sayangnya, warisan ini kerap luput dari perhatian. Banyak bangunan ditutupi baliho, diubah fungsi tanpa restorasi yang tepat, bahkan dihancurkan. Padahal, di balik dinding yang lapuk dan pintu tua itu, tersimpan narasi lintas zaman tentang bagaimana seni bisa menjembatani budaya, iklim, dan sejarah.

Merayakan World Art Nouveau Day hari ini adalah ajakan untuk membuka mata kembali. Bukan hanya ke luar negeri, tetapi ke kota-kota kita sendiri. Ini momen yang tepat untuk menyadari bahwa estetika bukan hanya milik masa lalu, tapi juga kunci masa depan. Bahwa pelestarian bukan soal nostalgia, tapi juga tentang keberlanjutan. Bagaimana arsitektur bisa ramah pada manusia sekaligus pada lingkungan, seperti yang dicita-citakan oleh Art Nouveau sejak awal.

Di tengah dunia modern yang seragam dan cepat, Art Nouveau mengajarkan kita untuk melambat. Untuk memperhatikan detail. Untuk tidak melewatkan keindahan yang sederhana namun bermakna.

Sebab terkadang, jendela tua dengan kaca berwarna dan besi melengkung itu tidak hanya sekadar elemen arsitektur. Ia adalah puisi yang tertulis dalam wujud bangunan.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *