Surabaya, headlinejatim.com– Kota Surabaya kembali mencuri perhatian nasional. Dalam kurun waktu dua tahun, kota ini sukses menurunkan angka stunting secara drastis dari 28,9% pada 2021 menjadi hanya 1,6% pada 2023. Keberhasilan ini tak lepas dari sinergi teknologi, peran aktif warga, dan kerja sama lintas sektor.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, memaparkan strategi jitu tersebut dalam Aksi Konvergensi Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting tingkat Provinsi Jawa Timur secara daring, Rabu (11/6). Kunci utamanya: Aplikasi Sayang Warga, peran Kader Surabaya Hebat (KSH), serta pengawasan intens terhadap konsumsi tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri.
“Kami mengandalkan sistem data real-time untuk memastikan penanganan cepat dan tepat sasaran,” ujar Eri dari ruang kerjanya.
Aplikasi Sayang Warga menjadi tulang punggung pemantauan data warga, termasuk balita stunting, gizi buruk, ibu hamil, hingga calon pengantin. Seluruh perangkat daerah hingga kader KSH bisa mengakses data ini. Kader pun dibekali pelatihan untuk input data langsung dari lapangan, yang kemudian diverifikasi oleh Puskesmas.
Data ini ditampilkan dalam bentuk dashboard visual yang bisa dipantau oleh Dinas Kesehatan, DP3A, hingga pendamping PKK—semuanya terintegrasi dalam program Sudah Keluarga. Bahkan, publik dapat mengakses informasi ini melalui portal WargaKu Surabaya hanya dengan memasukkan NIK.
Fokus intervensi dilakukan sejak dini, bahkan dari bangku sekolah. Pemkot Surabaya menggandeng Dinas Pendidikan dan pihak sekolah untuk membentuk tim pemantau pemberian TTD seminggu sekali untuk remaja putri yang telah menstruasi.
Inovasi menarik dilakukan dengan pemberian TTD usai olahraga dan makan bersama tiap Jumat, yang dilaporkan langsung via aplikasi Profil Sekolah. Guru menjadi ujung tombak, memastikan TTD benar-benar dikonsumsi, bukan sekadar dibagikan.
“Kalau anak belum minum TTD, guru wajib menindaklanjuti. Bahkan, kalau perlu, obatnya dikirim langsung ke rumah,” tegas Eri.
Upaya ini tak berhenti di sekolah. Pemkot Surabaya menggandeng Universitas Airlangga (Unair), khususnya Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, untuk pendampingan dan deteksi dini di Posyandu.
Sekitar 300 mahasiswa FK Unair setiap tahun diterjunkan langsung ke masyarakat, didampingi dosen, untuk mendampingi balita yang terindikasi underweight atau membutuhkan perhatian lebih karena pola pengasuhan lemah (weak fathering).
Asisten Administrasi Umum Pemkot Surabaya, Anna Fajriatin, menambahkan bahwa berbagai indikator pembangunan pun menunjukkan hasil signifikan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada 2024 tembus angka 84,69, UHC telah mencapai 100 persen, dan semua kelurahan di Surabaya sudah bebas dari buang air besar sembarangan (ODF).
Tak hanya itu, Surabaya juga mencatat penurunan angka kemiskinan ekstrem, pengangguran, serta pertumbuhan ekonomi yang terus positif.
“Kami tidak hanya menurunkan stunting, tapi juga membangun manusia seutuhnya,” tutup Anna.