Surabaya, headlinejatim.com — Kota Surabaya kembali menyapa warganya dengan cara yang istimewa. Dalam peringatan Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-732, Pemerintah Kota menggelar Kirab Budaya, prosesi Ruwat Sekertaning Bumi, serta Pagelaran Wayang Kulit Empat Dalang di pelataran Tugu Pahlawan, Rabu malam (28/5).
Udara malam yang sejuk berpadu dengan semarak bunyi gamelan, aroma kemenyan, dan sorot lampu temaram menambah khidmat suasana. Ribuan pasang mata menyaksikan kirab budaya yang dimulai sejak pukul 18.00 WIB. Puluhan seniman, budayawan, dan komunitas adat berjalan mengitari pelataran Tugu Pahlawan, membawa gunungan tumpeng, simbol kemakmuran dan harapan bagi kota.
Rangkaian ini bukan sekadar tontonan budaya, melainkan ungkapan syukur dan doa bersama agar Surabaya terus dilimpahi keselamatan, kedamaian, serta kesejahteraan warganya. Di tengah kirab, digelar pula prosesi Ruwat Sekertaning Bumi, sebuah ritual Jawa yang secara simbolis dipercaya mampu membersihkan wilayah dari unsur negatif dan bala. Dalam konteks perkotaan, ruwatan ini menjadi wujud spiritual kolektif agar kota tetap harmonis, tentram, dan bermartabat.
Tradisi yang Terus Menghidupkan Kota
Usai kirab dan ruwatan, warga dimanjakan dengan pagelaran wayang kulit yang menampilkan empat dalang lintas generasi. Lakon yang dibawakan mengusung nilai-nilai kehidupan, kepemimpinan, dan filosofi moral yang lekat dengan keseharian masyarakat.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya, Hidayat Syah, yang hadir mewakili Wali Kota Eri Cahyadi, menyampaikan bahwa peringatan ini bukan sekadar perayaan, melainkan bagian dari perawatan jati diri kota.
“Ruwatan ini adalah bentuk ikhtiar bersama. Kita memohon agar Surabaya selalu dalam lindungan Tuhan, dijauhkan dari marabahaya, dan setiap persoalan dapat ditangani dengan kebijaksanaan,” ujar Hidayat di tengah pagelaran.
Ia juga menekankan pentingnya keberlanjutan tradisi sebagai akar dari pembangunan manusia Surabaya yang berbudaya.
“Kami di Disbudporapar akan terus mendukung pelestarian budaya ini. Tradisi seperti kirab, ruwatan, dan pagelaran wayang tidak boleh punah. Inilah kekuatan kita sebagai bangsa dan kota yang punya sejarah panjang,” tambahnya.
Menyatukan Warga Lewat Seni & Doa
Tak hanya pejabat dan seniman, acara ini juga menyedot antusiasme warga lintas usia. Mulai dari keluarga muda, komunitas seniman jalanan, hingga pelajar ikut larut dalam prosesi. Banyak yang mengabadikan momen sakral ini sebagai bagian dari kenangan kolektif kota.
Prosesi juga dimeriahkan dengan musik campursari, pembacaan doa bersama, dan purak tumpeng yang dibagikan kepada warga sebagai bentuk rasa syukur. Sorak-sorai warga, senyum para penari, dan kekhidmatan para dalang menyatu dalam satu panggung: panggung warisan budaya.
Perayaan HJKS ke-732 tidak berhenti sampai di sini. Masih ada serangkaian agenda menarik yang siap menggugah semangat warga Surabaya, seperti Surabaya Pestapora yang digelar mulai 28 Mei hingga 1 Juni 2025, serta Resepsi Puncak HJKS dan Konser Musik pada 31 Mei 2025.
Dengan semangat menyatukan sejarah, budaya, dan harapan masa depan, HJKS tahun ini bukan hanya menandai usia kota. Ia menjadi panggung bagi identitas warga Surabaya, yang mencintai kotanya, merawat budayanya, dan mendoakan yang terbaik bagi tanah kelahirannya.