24 Mei: Merayakan Harga Diri dan Persaudaraan Lewat Tiara Day & Brother’s Day

 

headlinejatim.com —Di antara keramaian kalender internasional, tanggal 24 Mei mungkin terlihat sunyi. Namun dua perayaan yang jatuh pada hari ini, Tiara Day dan Brother’s Day, menawarkan makna yang dalam tentang cinta, harga diri, dan pentingnya menjalin koneksi manusia. Di era digital yang serba cepat dan kerap penuh distraksi, perayaan ini menjadi pengingat lembut tentang hal-hal esensial dalam hidup.

Read More

Tiara Day: Karena Setiap Perempuan Layak Menjadi Ratu

Pertama kali dideklarasikan oleh Barbara Bellissimo, seorang motivator dan pelatih kepemimpinan asal Amerika Utara, Tiara Day hadir sebagai bagian dari gerakan pemberdayaan perempuan. Ia menetapkan 24 Mei sebagai momen untuk mengingatkan setiap perempuan bahwa mereka memiliki martabat, kecantikan batin, dan kekuatan untuk bersinar, tanpa harus menunggu validasi dari luar.

“Tiara itu bukan mahkota emas, tapi keyakinan bahwa kamu layak dihormati dan dicintai,” ungkap Barbara dalam salah satu seminarnya.

Seiring berkembangnya media sosial, Tiara Day menjelma menjadi ajang komunitas perempuan saling menguatkan. Dari unggahan selfie dengan filter tiara, kutipan afirmatif, hingga kisah pribadi yang menggugah. Hari ini menjadi selebrasi keanggunan dan keberanian menghadapi dunia dengan kepala tegak.

Di tengah budaya digital yang kerap menekan perempuan untuk “sempurna” secara fisik, Tiara Day menjadi ruang simbolik untuk merayakan keunikan, luka yang sudah sembuh, serta kekuatan yang lahir dari pengalaman.

Di era algoritma dan citra palsu, mengenal diri sendiri adalah bentuk revolusi. Tiara Day bukan tentang penampilan luar, tapi tentang mengklaim kembali ruang-ruang batin yang sering diabaikan.

Brother’s Day: Menghargai Ikatan yang Tak Selalu Terucap

Tak semua hubungan bersuara nyaring. Sebagian cinta hadir dalam bentuk kehadiran, diam yang setia, dan pelukan yang tak diminta. Brother’s Day, yang dideklarasikan oleh C. Daniel Rhodes—seorang penulis dan aktivis keluarga asal Alabama, AS—berawal dari niat sederhana: mengingatkan dunia bahwa saudara laki-laki, dalam banyak bentuknya, pantas dihargai.

Dirayakan pertama kali pada awal tahun 2000-an dan kini menyebar secara organik melalui internet, Brother’s Day bukan soal pesta. Ini tentang pesan-pesan tulus, panggilan tak terduga, atau sekadar mengingat kembali siapa yang dulu selalu ada saat kita jatuh, baik itu kakak kandung, adik, sepupu, atau sahabat yang sudah seperti saudara sendiri.

“Seorang saudara tak selalu bicara banyak, tapi ia berdiri paling depan ketika dunia melawan kita,” tulis Rhodes dalam esai terkenalnya.

Di tengah budaya digital yang mempercepat jarak dan kadang membuat hubungan keluarga jadi renggang, Brother’s Day adalah momen untuk menjembatani ulang ikatan yang mungkin telah redup oleh kesibukan atau ego.

Teknologi boleh canggih, tapi empati, perhatian, dan kasih sayang tetap tak tergantikan oleh notifikasi. Gunakan hari ini untuk menyapa mereka yang pernah tumbuh bersama kita, karena keluarga bukan selalu soal darah, tapi soal siapa yang memilih tetap tinggal.

Dua Hari, Satu Esensi: Menghargai yang Sering Terlupakan

Di balik dua perayaan ini, terselip pesan yang nyaring:

Jangan lupakan diri sendiri, dan jangan abaikan orang-orang yang diam-diam mencintaimu.

Indonesia, dengan budaya gotong royong dan kekayaan nilai kekeluargaan, punya fondasi kuat untuk memperkuat makna dua perayaan ini. Namun, dalam era digital yang menuntut kecepatan dan tampilan sempurna, sering kali yang paling berharga justru terlupakan.

Tiara Day mengajarkan kita untuk menghormati diri sendiri. Brother’s Day mengingatkan kita untuk menghormati satu sama lain.

Keduanya layak dirayakan. Bukan karena viral, tapi karena keduanya menyentuh inti dari apa artinya menjadi manusia.

Selamat merayakan 24 Mei.

“Kenakan tiaramu. Kirim pesan untuk saudaramu.

Dan rayakan hidup yang penuh cinta, di tengah dunia yang semakin digital”.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *