Jember, headlinejatim.com – Di usia senjanya, Muayatur Rohmah tak menyangka doanya selama belasan tahun akhirnya dikabulkan. Perempuan 77 tahun asal Kecamatan Mumbulsari, Jember, yang sehari-hari bekerja sebagai penjahit, kini menjadi salah satu tamu Allah dalam gelombang keberangkatan jemaah haji 2025.
Yang membuat kisahnya begitu menggugah adalah keterbatasan fisik yang ia miliki, Muayatur tidak memiliki kedua kaki secara sempurna. Namun, semangat dan tekadnya untuk menunaikan rukun Islam kelima jauh lebih kuat dari rintangan fisik yang dihadapinya.
“Alhamdulillah, saya tidak menyangka Allah SWT memanggil saya ke Tanah Suci. Saya hanya bisa bersyukur dan terus bersyukur,” ujarnya pelan, menahan haru sesaat sebelum naik bus yang mengantarnya ke Bandara Internasional Juanda, Minggu (11/5).
Perjalanan haji ini bukan datang secara instan. Sejak 2012, Muayatur mulai menyisihkan sedikit demi sedikit penghasilannya dari menjahit. Meski pendapatannya tak menentu, ia selalu menabung dengan tekad bulat. “Kadang hanya bisa simpan 50 ribu, 100 ribu, yang penting ada niat. Saya percaya, kalau Allah sudah berkehendak, pasti ada jalan,” ucapnya.
Tak hanya menjahit, Muayatur juga memiliki sepetak sawah yang ia sewakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, serta untuk menambal biaya pendaftaran dan pelunasan haji. Tanpa kehadiran suami, yang sudah lebih dulu berpulang, ia hidup bersama keponakannya, anak yang ia rawat sejak kecil hingga kini berkeluarga.
Saat hari keberangkatan tiba, Muayatur menunjukkan kekuatan mental yang luar biasa. Ia menolak merepotkan sepupunya yang mendampinginya. Setelah dibantu dengan kursi roda hingga ke pintu bus, ia kemudian menaiki tangga dengan bertumpu pada kedua lututnya.
“Saya ingin berangkat dengan semangat saya sendiri. Saya tidak mau menyusahkan siapa-siapa. Semua saya niatkan lillahi ta’ala,” katanya tegas.
Plh. Sekretaris Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Surabaya, Sugiyo, menyampaikan apresiasinya terhadap semangat Muayatur. Ia menegaskan bahwa keterbatasan fisik tidak menjadi halangan bagi siapa pun yang ingin berhaji.
“Muayatur adalah contoh bahwa semangat bisa mengalahkan batas. Dengan pendampingan dan dukungan petugas, jemaah disabilitas tetap bisa beribadah secara mandiri. Yang penting sehat fisik dan mental,” jelas Sugiyo.
Cerita Muayatur Rohmah menjadi pengingat bagi kita semua bahwa mimpi bisa dicapai dalam kondisi apa pun. Di tengah keterbatasan dan kesendirian, ia tidak menyerah. Ia terus melangkah, bahkan ketika tak memiliki kaki untuk melangkah.
Hari ini, Muayatur telah tiba di Madinah bersama jemaah kloter 32. Di Tanah Suci, di mana jutaan umat berkumpul dalam doa dan harapan, ia membawa cerita perjuangan, cinta, dan keteguhan hati yang tak lekang oleh usia.