Mary dan Hari Saat Dunia Diminta Mencintai Tubuhnya Sendiri

headlinejatim.com — Di sebuah rumah kecil di Inggris, seorang remaja perempuan bernama Mary Evans Young menatap cermin dengan rasa kecewa yang menyesakkan. Tubuhnya tak sesuai dengan majalah, tak seperti bintang televisi, dan jauh dari gambaran yang katanya “ideal”. Hari-hari Mary diisi dengan rasa benci pada tubuhnya sendiri. Ia diet ketat, menolak makan, hingga tubuhnya lemah dan pikirannya dipenuhi rasa bersalah. Anoreksia mengambil alih hidupnya.

Namun, Mary tidak tumbang.

Read More

Setelah bertahun-tahun bertarung dengan pikirannya sendiri dan pulih dari anoreksia, Mary bangkit bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk jutaan perempuan dan laki-laki di luar sana yang menjalani penderitaan serupa. Tahun 1992, ia mencetuskan sesuatu yang sederhana tapi mengguncang: International No Diet Day, Hari Tanpa Diet Internasional. Sebuah ajakan bagi dunia untuk berhenti, sejenak saja, dari mengejar tubuh sempurna, dan mulai merayakan keberagaman bentuk tubuh manusia.

Hari itu ditetapkan pada 6 Mei, ulang tahunnya sendiri. Tapi bukan untuk merayakan diri, melainkan untuk menyerukan sebuah pesan:

“Your worth is not measured by your waistline.”
(Nilai dirimu tak diukur dari lingkar pinggangmu.)

Mengapa Harus Ada Hari Tanpa Diet?

Di dunia yang terobsesi dengan citra tubuh ideal, industri diet meraup keuntungan miliaran dolar setiap tahun. Iklan-iklan menjual rasa bersalah: tubuhmu belum cukup ramping, pipimu terlalu bulat, pinggangmu kurang kencang. Tak sedikit orang rela menempuh jalan berbahaya “diet ekstrem”, pil penekan nafsu makan, hingga operasi plastik, demi merasa layak dicintai.

International No Diet Day hadir sebagai perlawanan.

Ia bukan ajakan untuk hidup tidak sehat, melainkan untuk menghargai tubuh apapun bentuknya dan mendukung kesehatan yang menyeluruh, baik fisik maupun mental.

Apa yang Dirayakan di 6 Mei?

Hari ini menjadi ruang untuk:

  • Mengkritisi standar kecantikan yang tidak realistis
  • Mengedukasi tentang bahaya gangguan makan (eating disorder)
  • Menolak diskriminasi terhadap orang bertubuh besar (fatphobia)
  • Mendorong cinta diri (body positivity) dan keberagaman tubuh
  • Melepas tekanan sosial yang datang dari iklan, media sosial, hingga budaya populer

Simbolnya? Sebuah pita biru muda, yang melambangkan empati dan solidaritas pada mereka yang berjuang melawan tekanan budaya tubuh.

Suara dari Indonesia: Tubuhku, Hakku

Di Indonesia, suara Mary bergema dalam bentuk yang berbeda.

Di balik label “gendut” atau “kurus”, banyak anak muda yang memendam luka. Di sekolah, anak bertubuh besar dijadikan bahan ejekan. Di kantor, seseorang tak lolos kerja karena dinilai “tidak representatif”. Di media sosial, komentar jahat membanjiri unggahan mereka yang tidak sesuai standar kecantikan umum.

Namun perlahan, gerakan body positivity mulai tumbuh. Komunitas seperti @piringsehat_id atau @bodypositivityindonesia muncul, mengedukasi publik tentang gizi seimbang tanpa diet ekstrem, penerimaan diri, dan kesehatan yang inklusif.

Bukan Sekadar Hari: Sebuah Pengingat

6 Mei bukan hanya hari untuk “boleh makan tanpa rasa bersalah”. Ia adalah pengingat bahwa kesehatan tidak punya bentuk tunggal, dan cinta pada tubuh sendiri adalah bentuk revolusi paling pribadi yang bisa dilakukan setiap hari.

Karena seperti kata Mary,

“Tak ada satu bentuk tubuh pun yang lebih layak dicintai daripada yang lain.”

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *