headlinejatim.com —Setiap kali sirine meraung memecah senyap, mereka tak sekadar berlari menuju bahaya. Mereka menembus gelap, asap, dan panas yang membakar kulit, demi satu hal: menyelamatkan nyawa. 4 Mei, dunia berhenti sejenak untuk memberi hormat pada mereka—para penjaga kehidupan dalam kobaran api —pemadam kebakaran.
International Firefighters’ Day, pertama kali diperingati pada tahun 1999, lahir dari duka. Lima petugas pemadam gugur saat bertugas dalam kebakaran hutan di Lintang Selatan, Australia. Tragedi itu menjadi simbol pengorbanan sunyi yang tak selalu terlihat. Maka, dunia menetapkan satu hari untuk mengenang: bukan hanya mereka yang telah gugur, tapi juga yang tetap setia berjaga di barisan terdepan.
Simbol peringatan ini adalah pita merah dan biru: merah, warna api yang mereka lawan; biru, warna air yang mereka andalkan. Simbol kecil itu menyimpan makna besar: keteguhan dalam ketidakpastian, keberanian dalam bahaya.
Di Indonesia, mereka disebut “Abdi Api”—dan bukan tanpa alasan.
Lebih dari 43.000 personel pemadam kebakaran tersebar di seluruh negeri. Mereka hadir bukan hanya untuk memadamkan si jago merah, tetapi juga menyelamatkan warga dari kecelakaan, bencana, bahkan evakuasi hewan berbahaya.
Namun, di balik seragam oranye atau biru yang mereka kenakan, ada kenyataan yang sering terlupakan:
Banyak daerah belum memiliki unit pemadam kebakaran yang memadai, bahkan ada yang hanya memiliki satu mobil untuk melayani satu kabupaten.
Petugas bekerja dalam risiko tinggi, tapi tanpa perlindungan kerja layak. Banyak yang belum berstatus ASN, tak bergaji cukup, atau tak memiliki asuransi kecelakaan memadai.
Di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, satu panggilan bisa berarti pertaruhan nyawa, dengan waktu respon hanya rata-rata 8-12 menit sebelum nyala api membesar.
“Saya tidak tahu siapa yang saya selamatkan, tapi saya tahu itu penting,” ucap Wahyu, seorang petugas pemadam dari Surabaya, yang pernah tertimpa atap runtuh saat menyelamatkan dua anak kecil di tengah kebakaran rumah petak. Ia hanya dirawat sehari, lalu kembali bertugas dua hari kemudian. Tidak ada headline. Tidak ada medali. Tapi ada nyawa yang tetap hidup berkatnya.
Di Hari Pemadam Kebakaran Internasional ini, mari kita berhenti sejenak.
Bukan untuk meratapi duka, tapi memberi hormat.
Kepada mereka yang terus menyala, bahkan ketika dunia menghindar dari kobaran.
Kepada mereka yang kadang tak disebut dalam berita, tapi selalu datang pertama ketika bahaya tiba.
Kepada mereka yang tak kenal siapa yang diselamatkan, tapi selalu memilih untuk menyelamatkan.
Karena dalam asap dan nyala, mereka tetap menyala.