Ketika Karya dan Identitas Diperebutkan
headlinejatim.com — Setiap 26 April, dunia memperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, momen penting untuk mengingat betapa berharganya ide, karya cipta, inovasi, dan identitas kreatif. Namun, peringatan ini bukan sekadar seremonial. Di baliknya, terdapat banyak kisah nyata tentang sengketa, pencatutan, hingga pelanggaran yang merugikan para kreator.
Asal-Usul Peringatan
Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ditetapkan oleh World Intellectual Property Organization (WIPO) pada tahun 2000. Tanggal 26 April dipilih karena bertepatan dengan berdirinya WIPO pada 26 April 1970.
Sebagai badan khusus PBB, WIPO bertugas mendorong perlindungan kekayaan intelektual (HKI) di seluruh dunia.
Mengapa Kekayaan Intelektual Itu Penting?
Di era digital dan ekonomi kreatif saat ini, ide bisa menjadi komoditas, dan nama bisa menjadi merek. Namun, banyak kreator belum sadar akan pentingnya perlindungan hukum terhadap karyanya. Akibatnya, banyak yang dirugikan, baik secara ekonomi maupun reputasi.
Kisah-Kisah Sengketa Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
1. Iwan Fals vs. PT Bintang Advis Multimedia (2003)
Nama Iwan Fals digunakan tanpa izin oleh sebuah perusahaan karaoke, yang mendaftarkan nama tersebut sebagai merek dagang. Iwan Fals menggugat dan akhirnya menang.
Makna kasus ini: nama pribadi juga merupakan hak kekayaan intelektual yang sah dilindungi.
2. Sengketa “Bajaj Bajuri” (2013)
Hilman Hariwijaya, penulis karakter dan cerita Bajaj Bajuri, memprotes versi film yang tayang tahun 2013. Ia mengklaim tidak pernah memberikan izin adaptasi dan tidak menerima hak ekonomis dari hasil penayangan.
Isu utamanya: perlindungan karakter dan alur cerita dalam dunia perfilman.
3. Nike vs. UMKM Lokal “Just Did It” (sekitar 2018–2019)
Sebuah distro lokal di Surabaya menggunakan slogan “Just Did It” yang menyerupai slogan ikonik Nike “Just Do It”. Nike melayangkan somasi karena dianggap menjiplak merek dagangnya.
Pesan utama: pentingnya literasi HKI bagi pelaku usaha kecil dan kreatif.
4. Gen Halilintar vs. Lagu “Lagi Syantik” (2019)
Pencipta lagu Yogi RPH dan label Nagaswara menggugat Gen Halilintar karena mengubah lirik dan mengunggah versi baru lagu “Lagi Syantik” tanpa izin.
Konfliknya: pelanggaran hak cipta dan distribusi digital yang merugikan pemilik sah lagu.
Indonesia: Korban dan Pelaku dalam Isu HKI
Sebagai korban: Misalnya, batik, jamu, dan beberapa warisan budaya lokal pernah diklaim oleh negara lain (kasus batik oleh Malaysia mencuat pada 2009).
Sebagai pelaku: Menurut BSA Global Software Survey (2018), Indonesia menempati urutan tinggi dalam penggunaan perangkat lunak bajakan, yaitu 83%.
Refleksi 26 April: Lindungi Karya, Hargai Kreator
Peringatan ini mengajak kita merenung:
Apakah kita sudah mendaftarkan ide atau karya kita?
Apakah kita menggunakan karya orang lain secara etis?
Apakah hukum HKI cukup mudah diakses oleh pelaku UMKM, seniman, dan inovator?
Kekayaan intelektual bukan cuma dokumen hukum, ini menyangkut identitas, keadilan ekonomi, dan masa depan inovasi