Ketapang, headlinejatim.com – Di tengah isu pengelolaan limbah industri yang kerap menimbulkan kekhawatiran, PLTU Ketapang justru menghadirkan solusi berkelanjutan. Melalui pemanfaatan limbah Fly Ash – Bottom Ash (FABA), PLTU ini tak hanya mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga ikut membangun sarana ibadah dan mendorong ekonomi masyarakat.
Salah satu wujud nyata inovasi tersebut terlihat dari pembangunan Gereja GPIB Ebenhaezer di Ketapang, Kalimantan Barat. Sejak pertengahan 2024, gereja ini menggunakan FABA dari PLTU Ketapang sebagai material timbunan dasar, menggantikan bahan konvensional untuk menstabilkan tanah yang semula tergenang air.
“Material FABA sangat membantu efisiensi pembangunan, terutama dari sisi biaya dan kecepatan kerja,” ujar Holtimar Saragih, anggota Majelis 2 GPIB Ebenhaezer. “Kami tidak hanya melihat ini sebagai bantuan material, tapi juga bentuk nyata kolaborasi untuk tujuan mulia.”
Langkah ini menjadi bukti bahwa limbah industri tak selalu menjadi beban. Sejak tak lagi dikategorikan sebagai limbah B3 berdasarkan PP No. 22 Tahun 2021, FABA terbuka untuk dimanfaatkan dalam berbagai sektor—mulai dari bahan konstruksi, paving block, hingga campuran pupuk.
“PLTU Ketapang terus berinovasi agar FABA tidak sekadar ditimbun, tapi digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat langsung bagi masyarakat,” ungkap Mahya Tauhidiya Nur, Manajer PLTU Ketapang. “Kami percaya bahwa pengelolaan limbah yang cerdas bisa menjadi penggerak pembangunan lokal.”
Tak hanya mendukung pembangunan gereja, pemanfaatan FABA juga membuka peluang baru di sektor ekonomi lokal—dari produksi material bangunan hingga penciptaan lapangan kerja berbasis komunitas.
Inisiatif ini menjadi gambaran konkret bagaimana industri energi dapat berperan sebagai motor penggerak pembangunan berkelanjutan. Ke depan, PLTU Ketapang berkomitmen memperluas pemanfaatan FABA untuk mendukung lebih banyak proyek masyarakat di Kabupaten Ketapang dan sekitarnya.