headlinejatim.com – Dari perjuangan penyintas, kesenjangan layanan medis, hingga pentingnya kolaborasi lintas sektor—memperingati Hari Hemofilia Sedunia bukan hanya soal kampanye kesehatan, tapi soal keadilan dan kemanusiaan.
Peringatan Global dengan Makna Mendalam
Setiap tanggal 17 April, dunia memperingati World Hemophilia Day atau Hari Hemofilia Sedunia, sebagai bentuk solidaritas global terhadap para penyintas gangguan pembekuan darah. Tahun 2025 ini, tema internasional yang diusung adalah “Equitable Access for All: Recognizing All Bleeding Disorders”—sebuah ajakan untuk menghapus kesenjangan akses terhadap diagnosis dan pengobatan.
Hari penting ini diperingati sejak tahun 1989 oleh World Federation of Hemophilia (WFH) dan bertepatan dengan hari lahir pendirinya, Frank Schnabel, seorang penyintas hemofilia dari Kanada yang mendedikasikan hidupnya untuk memperjuangkan hak pasien.
Apa Itu Hemofilia dan Mengapa Penting Dikenali?
Hemofilia adalah penyakit langka yang menyebabkan darah sulit membeku akibat kekurangan protein pembekuan (faktor VIII untuk Hemofilia A, faktor IX untuk Hemofilia B). Tanpa penanganan, pendarahan bisa terjadi spontan di sendi, otot, bahkan organ dalam. Di Indonesia, penyakit ini masih sangat kurang dikenali, sering disalahartikan sebagai penyakit ringan, atau bahkan dikaitkan dengan hal mistis.
Menurut data WFH, sekitar 400.000 orang di dunia hidup dengan hemofilia, namun hanya 25% yang terdiagnosis dan mendapat pengobatan layak. Di Indonesia, keterbatasan alat diagnosis, mahalnya terapi, serta kurangnya edukasi masih menjadi tantangan besar.
Kisah Nyata: Luka yang Tak Terlihat
Bayangkan seorang anak kecil yang harus absen dari sekolah karena sendinya bengkak, tak bisa berjalan, atau karena mimisan yang tak berhenti selama berjam-jam. Di berbagai daerah di Indonesia, banyak penyintas hemofilia masih hidup dalam sunyi: terlambat didiagnosis, kesulitan mendapatkan faktor pembekuan, hingga mengalami kecacatan permanen karena pendarahan internal berulang.
Banyak keluarga berjuang sendiri tanpa tahu kemana harus meminta pertolongan. Mereka sering datang ke rumah sakit ketika kondisi sudah parah, karena minimnya pemahaman tentang gejala awal.
Mengapa Dunia Harus Peduli?
Peringatan ini bukan hanya agenda komunitas medis. Hemofilia adalah isu kemanusiaan dan keadilan sosial. Penyakit ini memang langka, tapi justru karena itulah sering luput dari perhatian.
Berita tentang hemofilia jarang muncul di media utama. Padahal, liputan yang kuat dan konsisten mampu mendorong reformasi layanan kesehatan, memperkuat advokasi, dan membangun empati publik. Dalam masyarakat yang adil, tak ada penyakit yang terlalu kecil untuk diperhatikan.
Siapa Saja yang Harus Terlibat?
Mewujudkan akses yang setara bagi penyintas hemofilia membutuhkan sinergi lintas sektor:
1. Pemerintah dan Legislator
- Perlu memastikan diagnosis dini tersedia di fasilitas kesehatan dasar.
- Menjamin pengobatan berbasis BPJS yang merata di seluruh Indonesia.
- Menyusun regulasi khusus pengadaan obat langka dan terapi genetik di masa depan.
2. Tenaga Medis dan Rumah Sakit
- Dokter dan tenaga medis perlu dibekali pelatihan untuk mengenali gejala khas hemofilia sejak dini.
- Rumah sakit rujukan harus memiliki unit hematologi anak dan dewasa yang memadai.
3. Sekolah dan Institusi Pendidikan
- Guru perlu memahami kondisi siswa penyintas hemofilia agar bisa mendukung aktivitas belajar yang aman.
- Perlu edukasi dasar tentang penyakit langka di lingkungan sekolah.
4. Media dan Influencer
- Media dapat memainkan peran vital dalam membentuk opini publik dan mengedukasi masyarakat.
- Influencer dan konten kreator bisa menyebarkan kampanye dengan pendekatan ringan namun berdampak.
5. Komunitas Pasien dan LSM
- Organisasi seperti Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) harus terus didukung untuk menjalankan advokasi, edukasi, dan pendampingan pasien.
- LSM bisa membantu distribusi alat, terapi darurat, serta penggalangan dana sosial.
6. Dunia Usaha dan Korporasi
- Perusahaan bisa terlibat melalui program CSR: mulai dari donasi faktor pembekuan, hingga dukungan bagi kegiatan komunitas penyintas.
Dari Sunyi Menjadi Suara
Hari Hemofilia Sedunia mengingatkan kita bahwa di balik wajah-wajah ceria para penyintas, ada luka yang tak kasat mata. Kesunyian mereka bukan pilihan, tapi akibat dari ketidaktahuan kolektif kita.
Kini saatnya membalik keadaan. Dari sunyi menjadi suara. Dari ketidaktahuan menjadi aksi nyata. Dari penyakit langka menjadi prioritas bersama.
Karena hidup layak adalah hak semua orang—termasuk mereka yang darahnya berbeda.