Jakarta, headlinejatim.com – Dunia seni Indonesia berduka. Penyanyi legendaris, penulis lagu, sekaligus aktris lintas generasi, Titiek Puspa, tutup usia pada Jumat (20/4) di Rumah Sakit Medistra, Gatot Subroto, Jakarta. Ia mengembuskan napas terakhir setelah beberapa minggu menjalani perawatan intensif akibat pendarahan di kepala yang sempat memaksanya menjalani operasi.
Kepergian Titiek Puspa bukan hanya kehilangan bagi keluarga dan kerabat dekat, tapi juga menjadi duka bagi jutaan penikmat seni di Indonesia. Di balik senyumnya yang tak pernah pudar hingga usia senja, Titiek adalah simbol keteguhan, dedikasi, dan cinta pada dunia hiburan yang ia peluk sepenuh jiwa selama lebih dari enam dekade.
Lahir dari Nama, Tumbuh Jadi Legenda
Perempuan yang lahir dengan nama Sudarwati di Tanjung, Kalimantan Selatan, pada 1 November 1937 ini sempat beberapa kali berganti nama. Dari Sudarwati menjadi Kadarwati, lalu Sumarti. Namun panggilan akrabnya sejak kecil, Titiek, tetap melekat. Sementara “Puspa” ia ambil dari nama ayahnya—sebuah penghormatan yang berarti bunga, yang kelak menjadi simbol perjalanan hidupnya.
Langkah awal Titiek di panggung seni dimulai pada usia belia ketika ia memenangkan kompetisi Bintang Radio Jenis Hiburan tingkat Jawa Tengah pada tahun 1954. Dari sanalah jalan hidupnya berubah. Pertemuannya dengan maestro Sjaiful Bachri membawanya ke Orkes Simfoni Jakarta dan menjadikannya penyanyi tetap.
Cinta, Nada, dan Perjalanan Panjang
Titiek tak hanya bersuara merdu. Ia juga peka dalam menulis lagu, menciptakan lirik yang menyentuh, dan memaknai musik sebagai bentuk komunikasi spiritual antara dirinya dan pendengarnya. Pada tahun 1963, ia merilis album Si Hitam dan Pita, yang seluruh lagunya merupakan karya ciptaannya sendiri—sebuah pencapaian langka pada masanya.
Ia mendapat bimbingan dari sang suami, Zainal Ardi, seorang penyiar Radio Republik Indonesia, yang turut menemani dan menyemangatinya dalam setiap fase perjalanan karier.
Dedikasinya berbuah penghargaan bergengsi, termasuk BASF Award ke-10 untuk Pengabdian Panjang di Dunia Musik (1994), Lifetime Achievement di Indonesian Choice Awards (2018), dan Anugerah Komisi Penyiaran Indonesia untuk Pengabdian Seumur Hidup di tahun yang sama.
Tak Hanya Bernyanyi, Tapi Juga Menyala di Layar dan Panggung
Selain bersuara, Titiek juga mewarnai perfilman dan dunia teater Indonesia. Ia bermain dalam lebih dari 10 film layar lebar, seperti Minah Gadis Dusun (1966), Bawang Putih (1974), hingga Inem Pelayan Sexy (1976). Ia juga tampil dalam teater dan menjadi wajah berbagai produk iklan, memperlihatkan bagaimana seni begitu menyatu dalam kehidupannya sehari-hari.
Hari-Hari Terakhir dan Warisan Tak Tergantikan
Menjelang kepergiannya, Titiek masih menunjukkan semangat luar biasa. Ia bahkan sempat menjalani syuting program televisi, sebelum akhirnya dilarikan ke rumah sakit karena kelelahan. “Titiek tak pernah benar-benar berhenti berkarya,” ujar sang manajer, Mia.
Kecintaannya pada dunia hiburan, pada rakyat Indonesia yang ia hibur sejak era radio hingga media digital, menjadikannya sosok tak tergantikan. Ia bukan sekadar penyanyi. Ia adalah memori kolektif dari ribuan panggung, jutaan lirik, dan kenangan masa kecil banyak orang Indonesia.
Kini, bunga itu telah gugur. Tapi keharumannya akan tetap abadi, mewangi dalam setiap lagu, setiap kenangan, dan setiap hati yang pernah disentuh oleh karya-karyanya.
Selamat jalan, Ibu Titiek Puspa. Terima kasih atas nyanyian panjangmu untuk negeri ini.