Pada tanggal 3 April, dunia serempak merayakan sesuatu yang tampaknya tidak memiliki urgensi sosial, ekonomi, atau politik: berpesta. Ya, ini adalah Hari Pesta Sedunia (World Party Day), hari di mana seluruh manusia, tanpa alasan yang terlalu rumit, memutuskan untuk merayakan keberadaannya sendiri. Gelas berdenting, musik berdentum, tawa bergema. Tapi tahukah Anda bahwa perayaan ini berakar pada sebuah novel berjudul Flight: A Quantum Fiction Novel karya Vanna Bonta?
Hari Pesta Sedunia pertama kali diperingati pada 3 April 1996, setelah munculnya novel Flight yang menggambarkan dunia di mana umat manusia secara kolektif memilih perdamaian dan kebahagiaan melalui perayaan bersama. Ide ini menginspirasi banyak orang untuk menjadikan tanggal tersebut sebagai simbol bahwa kegembiraan bisa menjadi bentuk perlawanan terhadap keseriusan hidup yang berlebihan.
Di dalam buku itu, Mendle J. Orion, seorang penulis yang mendapati bahwa karakternya, Aira Flight, bukan sekadar fiksi, tetapi eksis di realitasnya sendiri. Seperti sebuah pesta yang tak memiliki titik awal ataupun akhir, novel ini menggoda kita dengan kemungkinan bahwa kenyataan hanyalah kesepakatan mayoritas—sesuatu yang bisa berubah sewaktu-waktu, persis seperti yang terjadi pada 3 April, ketika dunia memilih untuk berpesta hanya karena… mengapa tidak?
Jika ada satu hal yang lebih tak terduga daripada teori kuantum, itu adalah cara manusia menemukan kebahagiaan. Terkadang, kebahagiaan tidak ditemukan dalam kemenangan besar atau peristiwa monumental, melainkan dalam momen sederhana. Seperti yang dialami oleh Reza Wijaya, seorang pria paruh baya yang pernah saya temui di sebuah pesta dadakan di Yogyakarta. Reza dulunya adalah seorang eksekutif yang menghabiskan puluhan tahun hidupnya mengejar target dan tenggat waktu. Rutinitas membuatnya lupa bagaimana rasanya hidup tanpa beban. Sampai suatu hari, ia membaca Flight dan menyadari sesuatu yang mengubah cara pandangnya terhadap hidup: “Mengapa kita selalu menunggu alasan untuk merayakan hidup?” Pada 3 April tahun itu, ia menyalakan lampu warna-warni di balkon rumahnya, mengundang tetangga yang bahkan namanya pun ia tak tahu, memasang musik dari piringan hitam lawasnya, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa benar-benar hidup. Sejak hari itu, Reza tak lagi menunggu momentum besar untuk berbahagia. Setiap hari bisa menjadi perayaan, asal kita memutuskan untuk merayakannya.
Dari mana asal Hari Pesta Sedunia?
Dari gagasan sederhana dalam novel ini: bahwa umat manusia bisa bersatu bukan karena perang atau politik, tetapi karena perayaan. Mereka tidak menyerang sistem, tidak membakar gedung parlemen, tidak menciptakan utopia fiksi yang mustahil. Mereka hanya berkumpul, tertawa, berdansa, dan—tanpa sengaja—mengubah dunia.
Ada sesuatu yang mendalam sekaligus lucu di sini: realitas yang kita anggap kaku ternyata bisa dilenturkan seperti adonan pizza. Jika novel bisa menciptakan hari raya, apa lagi yang bisa kita wujudkan? Barangkali, kita terlalu serius menjalani hidup hingga lupa bahwa kita adalah karakter dalam cerita yang bisa ditulis ulang kapan saja.
Jadi, pada 3 April ini, ketika seseorang mengajak Anda berpesta dan Anda hampir menolak dengan dalih ‘ada pekerjaan besok’, ingatlah: Anda bukan hanya manusia biasa. Anda adalah bagian dari realitas kuantum yang sedang menulis dirinya sendiri. Dan siapa tahu? Mungkin dalam versi dunia yang lain, Anda adalah karakter utama dalam novel besar kehidupan, yang tengah berdansa di tepi batas antara kenyataan dan kemungkinan.
Selamat Hari Pesta Sedunia! Hari di mana logika menyerah dan kebahagiaan mengambil alih kendali.
#WorldPartyDay #LiveTheMoment #QuantumReality #CelebrateLife #FlightNovel #PestaTanpaAlasan #PestaRakyat #BahagiaItuSederhana #3AprilHariPesta #HidupTanpaBeban #NikmatiHidup