Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan, LaNyalla Tekankan Pentingnya Kembali ke Konsep Ekonomi Pancasila

SURABAYA, headlinejatim.com – Sebagai negara besar, Indonesia memiliki dua hal penting dalam berbangsa dan bernegara, yakni Demokrasi Pancasila dan Ekonomi Pancasila. Pada acara Sosialisasi Daerah Pemilihan (Sosdap) yang diselenggarakan di Gedung Graha KADIN Jatim, LaNyalla menekankan pentingnya ekonomi Pancasila sebagaimana dituangkan dalam UUD 1945, sebagai fondasi bangsa dalam sektor ekonomi.

“Ada banyak teori dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun, konsep Ekonomi Pancasila berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 Naskah Asli, adalah sistem yang paling tepat dalam menciptakan kemakmuran rakyat,” kata LaNyalla di hadapan pengurus dan anggota HIPMI Jawa Timur, Senin (25/11/2024).
Senator asal Jawa Timur itu memaparkan, ada tiga kata kunci penting yang perlu digarisbawahi dalam konsep perekonomian yang dirumuskan para pendiri bangsa itu. Pertama, negara berdaulat penuh atas kekayaan yang terdapat di Indonesia. Kedua, ada pemisahan yang tegas, antara public goods dan commercial goods, serta irisan di antara keduanya. Ketiga, rakyat sebagai pemilik kedaulatan, dan penghuni wilayah atau daerah, harus terlibat dalam proses usaha bersama.

Read More

“Ini adalah konsep perekonomian yang luar biasa, karena menggunakan mazhab ekonomi kesejahteraan, dengan tolok ukur pemerataan, bukan tolok ukur pertumbuhan,” papar LaNyalla.

Ketua DPD RI ke-5 itu melanjutkan, di dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Naskah Asli, Pasal tersebut dimasukkan di dalam Bab XIV, tentang Kesejahteraan Sosial. Sayangnya, sistem tesebut, belum pernah dijalankan secara benar. Di Era Orde Lama, Indonesia masih disibukkan dengan dinamika politik pasca-Proklamasi, mulai dari agresi militer Belanda, perubahan-perubahan sistem ketatanegaraan, hingga pemberontakan di dalam negeri.

“Lalu apakah sudah kita terapkan di Era Orde Baru? Jawabnya tidak juga. Karena di Era Orde Baru, pemikiran para pendiri bangsa ini hanya bertahan di periode awal kepemimpinan Presiden Soeharto,” jelasnya.

Setelah Presiden Soeharto terpilih kembali, konsep pertumbuhan ekonomi dan teori ekonomi Trickle Down Effect, mulai disusupkan menjadi kebijakan Pemerintah Orde Baru.

Dijelaskan LaNyalla, konsep Trickle Down Effect, adalah konsep yang memberikan kelonggaran kepada segelintir orang untuk menjadi kaya, dan menumpuk modal, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Untuk menjadi kaya dengan jalan cepat, negara memberikan konsensi sumber daya hutan dan lahan, serta sumber daya tambang kepada orang per orang,” tutur LaNyalla.

Puncak dari pengkhianatan tersebut adalah, pada tahun 1999 hingga 2002 silam, di mana mengubah total sistem bernegara dan sistem ekonomi nasional Indonesia, melalui amandemen Konstitusi yang mengubah 95 persen isi pasal-pasal dari naskah aslinya.

“Negara tidak lagi berkuasa penuh atas bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, karena cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak, sudah dikuasai swasta. Inilah yang menyebabkan Indonesia terasa semakin gagap menghadapi tantangan dunia masa depan. Karena lemahnya kekuatan ekonomi negara, dalam menyiapkan ketahanan di sektor-sektor strategis,” tegasnya.

Oleh karena itu, LaNyalla menilai tidak ada pilihan. Sistem bernegara hari ini, yang diakibatkan oleh kecelakaan perubahan konstitusi di Era Reformasi, harus berakhir dengan cara kembali kepada rumusan asli sistem bernegara, dan sistem Ekonomi Pancasila.

“Kita harus berani bangkit, harus berani melakukan koreksi. Sistem Ekonomi Pancasila yang sudah kita tinggalkan, mutlak dan wajib harus kita kembalikan. Tanpa itu, negeri ini hanya akan dikuasai oleh oligarki yang rakus menumpuk kekayaan,” tutur LaNyalla.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *